BAB I
PENDAHULUAN
Judul ( Peran
Keluarga dalam Penyimpangan Sosial Remaja)
1.1 Latar
Belakang
Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan
dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,
mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar masa di
mana individu duduk di bangku sekolah menengah (Ali dan Asrori, 2004). Monks
(1999) membagi masa remaja awal dalam rentang 12 – 15 tahun, masa remaja
pertengahan dalam rentang 15 – 18 tahun dan masa remaja akhir dalam rentang 18
– 21 tahun. Umumnya di Indonesia usia 12-15 tahun merupakan usia bagi pelajar
Sekolah Menengah Pertama.
Pada
masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai
dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu
perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni,
1993). Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan sebagai konsekuensi dari
masa peralihan atau masa transisi ini (Gunarsa, 2003).
Menurut
Feldman dan Elliot (1990), pada saat remaja berhubungan dengan lingkungannya,
remaja banyak dihadapkan pada hal-hal yang penuh resiko dan godaan. Hal
tersebut lebih banyak terjadi dan lebih kompleks pada remaja dewasa ini
daripada sebelumnya. Terdapat sebagian remaja yang dapat bertahan dengan
lingkungan yang penuh bahaya dan godaan. Walaupun demikian, terdapat remaja
yang tidak dapat bertahan dari godaan-godaan tersebut sehingga mereka putus
sekolah, hamil di luar nikah, dan terlibat dalam penggunaan obat-obatan
terlarang (Santrock, 1998).
Keadaan-
keadaan seperti ini sering dianggap oleh orang dewasa sebagai kenakalan remaja
atau delinkuensi. Kenakalan remaja yang dalam bahasa ilmiah diistilahkan
sebagai delinkuensi remaja, menurut Mulyono merupakan persoalan masyarakat luas
dan telah menjadi masalah banyak pihak seperti orangtua, pendidik dan petugas
negara. Kenakalan remaja bahkan telah menjadi masalah nasional karena remaja
adalah tiang negara dan generasi penerus (Kurniawan, 1998). Bynum dan Thompson
(1996), mengartikan perilaku delinkuen sebagai perilaku ilegal serta pelanggaran
yang berat, perilaku pelanggaran tersebut oleh masyarakat dianggap sebagai
penyimpangan (deviant) yang sangat serius. Perilaku menyimpang tersebut
diartikan sebagai perilaku yang diterima oleh orang lain sebagai ancaman
terhadap harapan orang banyak dan harapan tersebut telah dilegitimasi oleh
masyarakat luas.
Kenakalan
remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku
menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena
terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari
nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai
sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan
konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur
baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti
telah menyimpang.
Berdasarkan
hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya
kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi
anak (Hawari, 1997). Selain itu suasana keluarga yang meninbulkan rasa tidak
aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat
menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja nakal cenderung
memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan
keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana
keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan
kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya.
Oleh
karena itu, dengan adanya permasalahan tersebut kami membuat jurnal dengan
judul “Peran Keluarga dalam Penyimpangan Sosial Remaja” untuk membahas lebih
dalam tentang materi tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pengaruh
keluarga terhadap terjadinya penyimpangan sosial pada remaja ?
2.
Bagaimana keluarga
menyikapi perilaku menyimpang yang dilakukan anggota keluarganya yang masih
remaja ?
1.3 Sistematika
Penulisan
1.
Pendahuluan
Pada Bab Pendahuluan ini terdiri dari beberapa sub
pokok bab yang meliputi antara lain :
1.1
Latar Belakang, berisi uaraian
tentang alasan dan motivasi dari
penulis terhadap topik yang kami ambil yaitu Peran
Keluarga Terhadap Penyimpangan Sosial Remaja.
1.2
Rumusan Masalah, Berisi masalah apa yang terjadi dan sekaligus
merumuskan masalah dalam penelitian yang bersangkutan
1.3
Sistematika Penulisan, Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari
Penulisan Jurnal ini.
2.
Review Literatur dan hipotesis, Review
Literatur berisi teori teori yang mendiskripsikan tentang penyimpangan sosial,
Remaja, penyimpangan sosial remaja dan Keluarga yang berhubungan dengan
penelitian yang diambil. Sedangkan Hipotesis berisi jawaban sementara dari
rumusan masalah yang Kami ambil berdasarkan Review Literatur.
3.
Metodologi Penelitian, merupakan
cara pengambilan dan
pengolahan data dengan menggunakan alat-alat analisis yang ada.
Seperti pada Bab III.
4.
Pembahasan, merupakan isi
materi yang di bahas berdasarkan dari hasil penelitian yang dikaitkan dengan
review literatur, seperti yang ada di Bab IV.
5.
Kesimpulan, berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh
dari penelitian.
6.
Daftar Pustaka
Berisi daftar referensi buku,
jurnal,
majalah yang digunakan dalam
penulisan
jurnal ini.
7.
Lampiran, berisi
tentang penjelasan tambahan, yang berupa uraian,dan
gambar, yang merupakan
penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.
BAB II
REVIEW LITERATUR DAN HIPOTESIS
REVIEW LITERATUR DAN HIPOTESIS
2.1 Penyimpangan
Sosial Remaja
1.
Definisi
Penyimpangan Sosial
a.
James Vander Zenden (hal.57)
(Mila Saraswati & Ida
Widaningsih, PT Grafindo Media Pratama, 2008 bandung - 127
halaman)
Penyimpangan
sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang
tercela dan di luar batas toleransi.
b.
Robert M.Z. Lawang
Penyimpangan
sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam
sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu
untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.
c.
Bruce J. Cohen
Perilaku
menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan
kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
d.
Paul B. Horton
Mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku
yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat.
e.
Lewis Coser
Mengemukakan bahwa perilaku
menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan
perubahan sosial.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa “Penyimpangan
Sosial” adalah suatu tindakan atau perilaku yang
dipandang oleh sebagian besar orang sebagai sesuatu yang kurang baik dan
dianggap sebagai hal yang tercela, tidak dapat di toleransi karena tidak sesuai
dengan norma-norma masyarakat.
2.
Teori-teori
Penyimpangan Sosial
1.
Teori Labelling, teori
ini dipelopori oleh Edwin M. Lemerd yang berpendapat bahwa seseorang yang telah
melakukan penyimpangan pada tahap primer (pertama) kemudian masyarakat
mencapnya sebagai tindakan menyimpang.
2.
Teori Merton,
dikemukakan oleh Robert K. Merton yaitu perilaku menyimpang merupakan bentuk
adaptasi terhadap situasi tertentu.
3.
Teori Fungsi,
dikemukakan oleh Emile Durkheim bahwa kesadaran moral dari semua masyarakat
adalah karena faktor keturunan, perbedaan lingkungan fisik, da lingkungan
sosial. (Agung S.S : 2009)
3.
Definisi
Remaja
a.
Remaja berasal
dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami
peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik
emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1998).
b.
Menurut Sri Rumini & Siti
Sundari (2004: 53) Masa Remaja adalah peralihan dari masa anak
dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk
memasuki masa dewasa.
c.
Menurut Zakiah Darajat (1990: 23)
Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa
ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun
perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun
cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
d.
Santrock (2003: 26) menyatakan bahwa
adolescene (Remaja) diartikan sebagai
masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa “Masa Remaja” adalah masa
dimana manusia mengalami peralihan dari masa anak ke masa remaja, yang terjadi
di usia 13-19. Pada masa ini anak-anak mengalami perubahan fisik dan psikis. Dimana
pada remaja perempuan terjadi perubahan, seperti membesarnya payudara,
tumbuhnya bulu-bulu, mengalami menstruasi dan pada remaja lelaki terjadi
perubahan seperti tumbuhnya jakun, tumbuhnya bulu-bulu.
4.
Tahap–tahap Perkembangan Moral Remaja “Kolhberg”
Tingkat
Perkembangan Moral
|
Karakteristik
Perkembangan Moral
|
1.
Prakonvensional
|
1. Ketaatan
terhadap hukuman: berupa untuk menghindari hukuman.
2. Instrumental:
aku akan melakukan itu jika kamu melakukan sesuatu untuk aku.
|
2.
Konvensional
|
1. Persetujuan
interpersonal:
aku akan melakukan itu dengan baik, dan kamu juga
melakukannya, sebagaimana aku melakukannya.
2. Hukum
dan aturan: saya akan melakukan itu sebab adalah hukum.
|
3.
Postkonvensional
|
1. Kontrak
sosial: saya akan melakukan itu sebab hal itu adalah yang terbaik untuk semua
orang.
2. Etika
universal: aku akan melakukan itu sebab hal tersebut adalah hak atau kebenaran
yang bersifat universal
|
5.
Definisi Penyimpangan Sosial Remaja
Salah satu upaya mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti
kenakalan anak (juvenile delinquency) dilakukan oleh M. Gold dan J.
Petronio (Weiner,1980: 497) yaitu sebagai berikut:
“Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum
dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri
bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai
hukuman”.
Dalam definisi tersebut faktor yang penting adalah unsur pelanggaran
hukum dan kesengajaan serta kesadaran anak tu sendiri tentang konsekuensi dari
pelanggaran itu.
Secara keseluruhan,semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan
yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan
keluarga, dan lain-lain) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang. Akan
tetapi, jika penyimpangan itu terjadi teradap norma-norma hukum pidana barulah
disebut kenakalan.
Saparinah Sadli (1977) mengistilahkan kelainan tingkah laku itu dengan
perilaku menyimpang. Menurutnya, perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang
menyimpang dari norma-norma sosial karena cap terhadap suatu tingkah laku
menyimpang atau tidak ditentukan oleh norma-norma yang dianut masyarakat tempat
anak tinggal.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa “Penyimpangan
Sosial Remaja” Merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan oleh remaja
yang tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat.
2.2 Contoh
Penyimpangan Sosial Remaja
Tawuran
Tawuran merupakan perkelahian antara
pelajar secara masal. Tawuran berbeda dengan perkelahian biasa dan dapat
digolongkan sebagai patologis (penyakit) karena kompleksitas, penyebab, dan
akibatnya berbeda. Tawuran memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Tawuran merupakan hasil
dari adanya ikatan persahabatan yang tinggi. Akan tetapi, mengandung suatu
gejala konflik sosial yang tersembunyi dan agresifitasnya negatif pada pribadi
individu yang bersangkutan.
2.
Sasaran tawuran tidak
begitu jelas bagi pelaku itu sendiri. Oleh karena itu, sasaran serangan dari
tawuran biasanya membabi buta dan akhirnya merugikan kelompok-kelompok lainnya.
3.
Kebrutalan peserta
tawuran kerap ditandai dengan hilangnya kesadaran mereka. Hilangnya kesadaran
para pelaku bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti: minuman keras dan
penggunaan narkotika.
4.
Tawuran dapat
mengembangkan sifat keberanian yang semu pada diri remaja. Mereka bersembunyi
dalam kelompok dan dalam suasana yang kacau.
5.
Tawuran merusak
sportivitas karena dalam kemelut itu tidak ada aturan yang jelas
Tawuran atau perkelahian pelajar dapat
digolongkan sebagai perilaku yang menyimpang karena hal itu bertentangan dengan
nilai dan norma masyarakat juga kaidah agama. Nilai dan norma serta kaidah
agama mengajarkan hal-hal tentag hidup secara damai.
2.3 Keluarga
dan Fungsi Keluarga
1.
Pengertian
Keluarga
Secara
historis, keluarga terbentuk atas satuan sosial yang terbatas, yaitu dua orang
(laki-laki dan wanita) yang mengadakan ikatan tertentu yang disebut perkawinan.
Secara berangsur angsur anggota keluarga semakin meluas, yaitu dengan kelahiran
atau adopsi anak-anak. Pada saatnya anak-anak itupun akan melangsungkan ikatan
perkawinan sehingga terbentuk keluarga baru.
a.
Menurut Burges dan
Locke
1)
Keluarga adalah susunan
orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, atau adopsi. Syarat
terbentuknya keluarga adalah telah dilangsungkannya ikatan perkawinan. Dalam
ikatan perkawinan ini antara suami dan istri dipersatukan dalam lembaga yang
dilindungi hak dan kewajibannnya. Hasil dari ikatan perkawinan adalah lahirnya
anak anak, mereka juga merupakan anggota keluarga yang mendapatkan
perlindungan, pengakuan, serta prestise keluarga.
2)
Anggota keluarga
ditandai dengan hidup bersama dibawah satu atap yang merupakan satu susunan
rumah tangga atau household.
3)
Keluarga merupakan
satuan sosial yang terdiri atas orang yang berinteraksi dan berkomunikasi
sehingga menciptakan peranan sosial bagi suami, istri, ayah, ibu, putra (anak
laki laki), putri (anak perempuan), kakak laki laki, kakak perempuan, adik laki
laki ataupun adik perempuan.
4)
Keluarga adalah
pemelihara suatu kebudayaan bersama yang pada dasarnya diperoleh dari
masyarakat suatu keluarga akan mempunyai kebudayaan sendiri dan dapat membeda
bedakannya dari keluarga yang lain.
b.
Menurut Robert Mac Iver
dan Charles Horton Page
1)
Merupakan hubungan
perkawinan.
2)
Bentuk suatu
kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk
atau dipelihara.
3)
Mempunyai suatu sistem
tata nama (nomenclatur), termasuk perhitungan garis keturunan.
4)
Mempunyai fungsi
ekonomi yang dibentuk oleh anggotanya dan berkaitan dengan kemampuan untuk
mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5)
Merupakan tempat
tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.
c.
Menurut St. Vembrianto dalam “Sosiologi
Pendidikan”
Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya
terdiri atas ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial diantara anggota keluarga
relatif tetap dan didasarkan atas ikatan darah, perkawinan dan atau adopsi.
d.
Menurut MI Soelaeman
Keluarga memiliki fungsi edukatif, yaitu sebagai suatu
unsur dari tingkat pusat pendidikan, merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama bagi anak. Dalam kedudukan ini, adalah suatu kewajaran apabila
kehidupan keluarga sehari-hari, pada saat-saat tertentu terjadi situasi
pendidikan yang dihayati oleh anak dan diarahkan pada perbuatan-perbuatan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan.
e.
Menurut Syarief Muhidin (1981:52)
“Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih
efektif di dalam membentuk keperibadian anak selain keluarga. Keluarga tidak
hanya membentuk anak secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis”.
Dari
beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa “Keluarga” merupakan suatu
kelompok sosial terkecil didalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak, yang seiring berjalannya waktu dapat berkembang sehingga
membentuk keluarga baru.
2.
Fungsi
Keluarga
Para Ilmuwan sosial ahli sosiologi
mengidentifikasikan berbagai fungsi. Salah satunya, Horton and Hunt (1984 :
238-242) mengidentifikasikan beberapa diantaranya, yaitu fungsi-fungsi
pengaturan sex, reproduksi, sosialisasi, afeksi, definisi status, perlindungan
dan ekonomi.
Pada
umumnya, keluarga memiliki fungsi berikut yang sebagian akan Kami jelaskan :
a.
Fungsi
Sosialisasi. Keluarga berperan dalam membentuk kepribadian anak agar sesuai
dengan harapan orang tua dan masyarakatnya. Keluarga sebagai wahana sosialisasi
primerharus mampu menerapkan nilainilai atau norma norma masyarakat melalui
keteladanan orang tua.
b.
Fungsi
Afeksi. Dalam keluarga, diperlukan kehangatan, rasa kasih sayang, dan perhatian
antar anggota keluarga yang merupakan salah satu kebutuhan manusia sebagai
makhluk berpikir dan bermoral (kebutuhan integratif). Apabila anak tidak atau
kurang mendapatkannya, memungkinkan ia menjadi sulit dikendalikan, nakal,
bahkan terjerumus pada kejahatan.
c.
Fungsi
Ekonomi. Keluarga, terutama orang tua, mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan
ekonomi anakanaknya. Pada masyarakat tradisional, kewajiban ini dipikul oleh
suami. Namun, pada masyarakat modern yang menganggap peran laki-laki dan wanita
kian sejajar, suami dan istri memikul tanggung jawab ekonomi yang sama terhadap
anakanak mereka.
d.
Fungsi
Pengawasan Sosial. Setiap anggota keluarga, pada dasarnya, saling melakukan
kontrol atau pengawasan karena mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam
menjaga nama baik keluarga. Namun, peran ini biasanya lebih dominan dilakukan
oleh anggota keluarga yang lebih tua.
e.
Fungsi
Proteksi (perlindungan). Fungsi perlindungan sangat dibutuhkan anggota
keluarga, terutama anak, sehingga anak akan merasa aman hidup ditengahtengah keluarganya.
Ia akan merasa terlindung dari berbagai ancaman fisik maupun mental yang dating
dari dalam keluarga maupun dari luarnya.
f.
Fungsi
Pemberian status. Melalui perkawinan, seseorang akan mendapatkan status atau
kedudukan yang baru di masyarakat, yaitu sebagai suami atau istri.
2.4
Peran Keluarga yang dapat mempengaruhi
terjadinya Penyimpangan Sosial Remaja
1.
Kurangnya Perhatian
Dari Orang Tua, Serta Kurangnya Kasih Sayang
Keluarga
merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan
anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada
perkembangan anak. Karena itu baik-buruknya struktur keluarga dan masyarakat
sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.
Keadaan lingkungan
keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja seperti keluarga yang
broken home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh kematian ayah atau
ibunya, keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang,
semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi remaja.
Maka dengan
demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan
yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian
serta sikap remaja sehari-hari. Jadi perhatian dan kasih sayang dari orang tua
merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2.
Kekerasan
Kekerasan
dan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya sebagai penyebab penyimpangan
anak karena dengan kekerasan yang menimpa anak maka ia akan mengalami
tekanan-tekanan jiwa.
3.
Memanjakan Anak
Memanjakan
anak khususnya anak tunggal membuat anak jadi celaka. Anak yang terlalu dimanja
ia tidak akan mandiri dan berharap orang lain membantunya.
4.
Usia Orang
Tua
Orang tua
yang sudah berusia lanjut tidak mampu melakukan reaksi yang seharusnya
dilakukan untuk anaknya dan mereka tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik
sesuai dengan pendidikan anak, akhirnya mereka tidak bisa menghasilkan anak
yang bisa hidu dengan baik dan menghormati aturan dan nilai-nilai sosial.
5.
Keterbelakangan
Keluarga
Keluarga
yang mandek dan mundur akan menghasilkan anak-anak yang pesimis, tidak
bermasyarakat dan pendosa. Keluarga yang tidak berjalan sesuai dengan zamannya
dan berharap anak-anaknya hidup dengan cara yang kuno akan menghasilkan
anak-anak yang jiwanya tidak cocok dengan masyarakat. Hobbes mengatakan,
‘kebanyakan anak-anak yang kondisinya menderita dan gelisah adalah anak-anak
dari keluarga yang terpisah dan asing dari kehidupan sosial’. Menurut Hobbes,
‘Anak dan keluarganya harus aktif dalam masalah-masalah sosial.
6.
Keadaan Yatim
Kematian
ayah atau ibu akan membuat anak terlantar dan terbelakang di sekolah dan di
masyarakat serta kejahatan dan ketidakstabilan jiwa. Anak yatim akan
mendapatkan masalah baru dengan perpindahan rumah dan perkawinan selanjutnya
ayah atau ibu dan adanya ibu tiri atau ayah tiri. Sikap ayah atau ibu tiri yang
tidak baik terhadap anak kecil akan membuatnya kurang kasih sayang dan
pengeluyuran dan keganasan. Anak yang demikian ini tidak akan mampu menerima
teladan yang ada dalam lingkungannya dengan teratur.
7.
Perceraian Dan
Perselisihan Keluarga
Keluarga
merupakan tempat dimana anak atau orang pertama kali melakukan interaksi dengan
orang lain. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan watak
(perangai) seseorang. Oleh karena itulah keadaan keluarga akan sangat
mempengaruhi perilaku orang yang menjadi anggota keluarga tersebut. Dalam
keluarga yang broken home biasanya hubungan antara anggota keluarga menjadi
tidak harmonis. Keadaan keluarga tidak bisa memberikan ketentraman dan
kebahagiaan pada anggota keluarga. Masing-masing anggota keluarga tidak bisa
saling melakukan kendali atas perilakunya. Akibatnya setiap anggota keluarga
cenderung berperilaku semaunya, dan mencari kebahagiaan di luar keluarga. Dia
tidak menyadari lagi, apakah perilakunya
itu melanggar norma-norma kemasyarakatan atau tidak, yang penting mereka merasa
bahagia. Hal inilah yang mendorong terjadinya penyimpangan sosial dari
masing-masing anggota keluarga.
8.
Absennya Orang
Tua Dari Keluarga
Hadirnya
orang tua dalam rumah tangga khususnya ibu memiliki peran penting dalam
pendidikan baik kasih sayang maupun kejiwaan anak. Tidak adanya kehadiran
salah satu kedua orang tua akan menimbulkan masalah pendidikan dan kekacauan
jiwa pada anak dan remaja.
9.
Penyelewengan
Orang Tua
Kejahatan
kedua orang tua atau salah satu anggota keluarga dan kebejatan akhlak mereka
memiliki hubungan kuat dengan penyelewengan anak dan remaja. Keluarga yang
terjangkit penyakit kecanduan dan sebaginya tidak saja tidak bisa mendidik anak
dengan baik bahkan perbuatan mereka adalah teladan untuk terseretnya anak ke
dalam kejahatan macam-macam penyelewengan.
10. Kurangnya Pengetahuan Keluarga
Bila
keluarga tidak memiliki pengetahuan berkaitan dengan keperluan dan potensi
serta kejiwaan anak maka akan merugikan kepribadian dan keselamatan jiwa anak
yang tidak bisa diganti dan diperbaiki lagi. Maksud pengetahuan orang tua bukan
hanya saja bisa membaca dan menulis bahasanya sendiri akan tetapi rendahnya tingkat
budaya dan tidak mengetahui masalah-masalah ilmu dan pendidikan akan
membangkitkan kejahatan dan penyelewengan.
11. Tempat Tahanan
Menahan anak
atau remaja yang baru pertama kali melakukan pelanggaran sosial akan
membangkitkan dia untuk berbuat jahat karena pelajaran yang diambil dari
penjahat profesional. Oleh karena itu untuk menjaga keselamatan dan pendidikan
anak-anak yang demikian ini harus ada pakar-pakar khusus yang menangani
mereka sehingga tidak belajar dari para penjahat yang sudah profesional.
12. Diskriminasi di antara Anak-Anak
Simpul kata,
anak adalah amanat ilahi yang nantinya kedua orang tua tidak akan bisa lepas
dari pertanggungjawaban akan amanat yang dipikulnya itu. Kedua orang tua
berkewajiban menjaganya, baik dari sisi jasmani maupun rohani dan anak-anak
adalah tunas bangsa dan agama. Di samping itu, dengan menyadari bahwa
lingkungan keluarga adalah kelompok terkecil sebuah masyarakat, maka kemajuan
sebuah bangsa akan turut ditentukan oleh hadirnya lingkungan keluarga yang
baik pula. Jika setiap lingkungan terkecil itu rusak maka rusaklah bangsa
itu juga.
13.
Dorongan
Ekonomi
Seseorang yang terdesak kebutuhan ekonominya bisa
melakukan tindakan menyimpang. Karena tidak mempunyai iman yang kuat sehingga
mudah terpengaruh dan berbuat menyimpang. (Sugiharyanto : 2007)
2.5 Upaya Orang
Tua dalam Mengatasi Penyimpangan Sosial Remaja
1.
Upaya
Penanggulangan Penyimpangan Sosial Remaja
Menurut teori
sosiologi, penanggulangan perilaku menyimpang dapat dilakukan melalui 2 cara,
yaitu :
a.
Tindakan Kuratif
Tindakan kuratif
adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi penyimpangan sosial terutama di
kalangan remaja, diantaranya melalui cara-cara sebagai berikut :
a)
Menghilangkan
penyebab timbulnya kejahatan di kalangan generasi muda, baik penyebab yang
berasal dari pribadi, keluarga, maupun kondisi sosial-ekonomi dan budaya;
b)
Meningkatkan
kegiatan organisasi di kalangan remaja dengan program-program pelatihan,
seperti pelatihan seni, atau ketrampilan;
c)
Mendirikan
dan memperbanyak lembaga-lembaga pelatihan kerja dalam rangka mempersiapkan
generasi muda dalam program pembangunan;
d)
Melatih
diri berdisiplin tinggi, hidup teratur, tertib lingkungan, dan giat belajar;
e)
Menciptakan
lingkungan yang sehat dengan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi
perkembangan jasmani dan rohani generasi muda;
f)
Memindahkan
anak-anak nakal (bermasalah) ke sekolah-sekolah khusus agar lebih terarah dan
tidak menularkan kenakalannya pada anak-anak lain;
g)
Membentuk
klinik psikologi sebagai upaya untuk memberikan konsultasi dan bimbingan dalam
mengatasi gangguan emosional dan kejiwaan bagi anak-anak yang terlibat dalam
konflik.
b.
Tindakan Represif (Menekan)
Tindakan
represif, adalah cara penanggulangan perilaku menyimpang yang dilakukan pada
seseorang yang telah berulang kali melakukan penyimpangan sosial. Tindakan
tegas dan represif diperlakukan agar pelaku tidak mengulangi perbuatan yang
sama.
Contoh :
Pecandu
narkotika (obat-obatan terlarang) akan direhabilitasi melalui pengawasan dan
tindakan yang tegas dan ketat.
2.6 Hipotesis
Jika
hubungan antar keluarga tidak harmonis
seperti absennya orang tua dari keluarga, kurangnya perhatian
dari orang tua, serta kurangnya kasih sayang, kekerasan, memanjakan anak, usia orang
tua, keterbelakangan keluarga, keadaan yatim, perceraian dan perselisihan keluarga,
penyelewengan orang tua, kurangnya pengetahuan keluarga, tempat tahanan, diskriminasi
di antara anak-anak maka keadaan seperti itu akan menyebabkan anak cenderung
berperilaku menyimpang seperti tawuran.
Jika
perilaku anak menyimpang maka hal yang dapat dilakukan oleh keluarga adalah
dengan cara tindakan kuratif dan represif.
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1 Pendekatan
Penelitian
Dalam
jurnal ini kami menggunakan pendekatan Empiris, yaitu suatu pendekatan dengan
menggunakan fakta yang objektif, yang diperoleh secara hati-hati, benar-benar
terjadi, dan yang didapat dari lapangan
(data yang diperoleh dari responden).
3.2 Jenis
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan (field research). Penelitian ini dimaksudkan
untuk mendapatkan data primer, yang digunakan sebagai pelengkap data dalam
hasil penelitian yaitu dengan melakukan wawancara dengan reponden yang menjadi
objek penelitian untuk memperoleh data yang benar-benar dapat dipertanggung
jawab kan kebenarannya.
Selain
itu, penelitian juga merupakan penelitian kepustakaan (library research).
Penulis akan mendapatkan data dari literatur berupa buku-buku, makalah, artikel
dan tulisan-tulisan lainnya yang membahas mengenai Peran Keluarga dalam
Penyimpangan Sosial Remaja yang menjadi pokok bahasan dalam Jurnal Ilmiah ini.
3.3 Teknik
Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini kami mengggunakan teknik pengumpulan data berupa studi
dokumentasi (studi pustaka), Observasi dan angket.
a.
Studi Kepustakaan
Studi
kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari berbagai teori yang telah
dikemukakan oleh para pakar pendidikan yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti yang akan digunakan sebagai landasan dalam menganalisa data yang
diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan.
b.
Observasi
Yang
dimaksud dengan observasi yaitu suatu pengamatan yang langsung dilaksanakan ke
objek yang akan diteliti. Teknik ini dipergunakan secara langsung ke lokasi
penelitian.
c.
Angket
Yaitu
pengumpulan data dengan cara menyusun daftar pertanyaan secara tertulis untuk
dijawab oleh responden yang telah dijadikan sampel penelitian dari siswa.
3.4 Pelaksanaan
penelitian sosial
1.
Tempat :
Sekolah Menengah
Kejurusan Teknologi dan Rekayasa (SMK) Dwi Darma (Jln. Pakuwon No. 789, Parungkuda−Sukabumi
43357)
2.
Waktu :
09.30 WIB s/d selesai
3.
Tanggal :
Kamis, 31 Januari 2013
4.
Rumus :
Menurut Taro Yamane, untuk mengetahui
jumlah sample yang akan diteliti, kita dapat menggunakan rumus sebagai berikut
:
Keterangan :
N =
Ukuran atau besarnya populasi
n =
Ukuran atau besarnya sample
d =
Presisi besar 10%
Setelah melihat
rumus, kita dapat menerapkan rumus tersebut sesuai dengan data yang kita
peroleh di SMK DWI DARMA.
Data yang diperoleh
Data yang diperoleh
Diketahui total siswa SMK Dwi Darma
berjumlah 605 siswa, dengan jumlah siswa perempuan sebanyak 28 orang dan jumlah
siswa laki−laki yang akan kami teliti sebanyak 577 orang.
Dengan rumus dan data tersebut, kami
dapat menghitung sample penelitian sebagai berikut:
Jadi,
dari hasil perhitungan tersebut dapat kami simpulkan bahwa sample penelitian
dari 577 siswa itu adalah 85,2 dan
dibulatkan menjadi 85 siswa sebagai
responden.
Setelah
menerapkan hasil perhitungan tersebut, kami mengambil sample siswa dari kelas X
dan kelas XII SMK Dwi Darma dengan rincian jumlah :
a.
Kelas
X sebanyak 42 siswa
b.
Kelas
XII sebanyak 43 siswa
BAB
IV
PEMBAHASAN
Dilihat dari
penelitian yang telah Kami laksanakan dengan memberikan kuesioner kepada 85
responden, telah diperoleh hasil bahwa 23 dari 85 responden itu melakukan
tawuran. Dari 23 responden yang menjawab Ya, 14 responden melakukan tawuran dengan
alasan hanya sekedar ikut-ikutan ini menunjukkan rasa solidaritas terhadap
suatu kelompok pertemanan yang dimana siswa tersebut terlibat didalamnya dan
hanya 5 responden yang menjawab memiliki permasalahan pribadi, dan tawuran pun
jarang sekali mereka lakukan. Dari 13 responden menjawab saling menghina antar
sekolah merupakan permasalahan yang sering menimbulkan tawuran. Dan pihak SMK
DWI DARMA pun akan menghukum siswanya yang melakukan tawuran, sedangkan
tindakan dari pihak keluarga 14 orang responden menjawab bahwa jika dia
melakukan tawuran orang tua akan memarahinya, 7 responden menjawab orang tua
mereka akan menasehatinya, dan 2 responden menjawab orang tua mereka akan
menghukumnya.
Dan 20 diantara
23 siswa yang melakukan tawuran itu tinggal bersama orangtuanya, mereka merasa nyaman. Namun rasa nyaman itu
tidak selalu menjamin adanya
keharmonisan dalam keluarga, karena dari hasil penelitian itu bisa dilihat
adanya keseimbangan jumlah siswa yang merasa keadaan keluarganya harmonis dan
biasa saja. Adapun yang menjadi penyebab hubungan keluarga biasa saja, sebanyak
4 responden menjawab broken home, 4 responden menjawab kurang perhatian dari
orang tua, dan 3 responden menjawab hubungan keluarga biasa saja dikarenakan
orangtua tidak/jarang ada dirumah.
Jumlah saudara
dalam keluarga juga dapat mempengaruhi siswa SMK DWI DARMA melakukan tawuran, karena orangtua mereka
tidak memberikan kasih sayang yang sama kepada setiap anak-anaknya. Meskipun 12
responden hanya memiliki 2 saudara saja.
Dari 23 siswa
yang melakukan tawuran itu, 15 siswa dalam keadaan ekonomi menengah, 8 siswa
dalam keadaan ekonomi menengah kebawah, dan tidak ada yang menjawab dalam
keadaan ekonomi menengah keatas.
Hasil penelitian
ini sesuai dengan hipotesa yang kami buat yaitu bahwa anak yang melakukan
penyimpangan sosial terutama dalam kasus ini tawuran, adalah anak yang dalam
keluarganya kurang mendapatkan perhatian orang tua, orangtua tidak/jarang ada
dirumah sehingga kemungkinan besar peran keluarga, terutama ayah ibu yang
memiliki potensi untuk menjadi pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak
mereka akan terabaikan, tidak meratanya kasih sayang yang diperoleh dari orang
tua dan siswa yang dalam keadaan ekonomi menengah ke bawah akan cenderung
melakukan penyimpangan sosial.
Sedangkan dalam
menyikapi penyimpangan sosial yang dilakukan anggota keluarganya yang masih
remaja seperti siswa SMK DWI DARMA ini, orangtua lebih banyak memarahi anaknya
di bandingkan dengan menasehati atau memberikan hukuman yang dapat menimbulkan
efek jera bagi anak. Tindakan orangtua
memarahi anaknya yang melakukan tawuran bisa dikatakan tindakan represif
dimana tindakan tersebut dapat menekan anak untuk tidak mengulangi tindakan
tersebut lagi.
BAB
V
KESIMPULAN
Dari penelitian
dan pembahasan yang kami lakukan maka dapat disimpulkan bahwa penyimpangan
sosial Remaja dapat terjadi karena pengaruh dari keluarga, keluarga sangat
mempengaruhi perilaku remaja, keluarga yang harmonis, perhatian dapat
memberikan pengaruh yang positif pada perilaku anak. Namun sebaliknya, apabila
keluarga tidak harmonis, tidak perhatian, dapat memberikan pengaruh yang
negatif pada perilaku anak sehingga menyebabkan anak berperilaku menyimpang. Akan
tetapi, selain faktor dari keluarga ternyata faktor dari luar pun mempengaruhi
penyimpangan sosial remaja, faktor dari luar yang bisa mempengaruhi penyimpangan
sosial remaja diantaranya adalah faktor lingkungan sekolah, lingkungan
masyarakat, dan lingkungan dalam pergaulan.
Jadi, sebaiknya keluarga memberikan perhatian
yang baik kepada anak dan menjadikan anak sebagai teman. Sebab, jika orang tua
bisa menjadikan anak sebagai teman, anak pun akan merasa nyaman dan tidak
canggung untuk bercerita jika memiliki masalah. Jika anak merasa tidak nyaman
dengan orang tua, maka anak akan mencari kenyamanan di luar lingkungan keluarga
yang bisa menyebabkan anak terjerumus dalam penyimpangan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Mulat
Wigati.2011.Sosiologi Kelas VII Untuk
SMP/MTS.Jakarta: Grasindo.
Kurnia,
Anwar. 2007.IPS 2A.Jakarta:
Yudhistira.
Pujiastuti,
Y.Sri, dkk.2007.IPS Terpadu 2A (Untuk SMP
dan MTS kelas VIII Semester 1). Jakarta: Erlangga.
Raharjo,
Agung S.S.2009.Buku Kantong Sosiologi IPS.Yogyakarta:
Pustaka Widyatama
Saraswati,
Mila dan Ida Widaningsih.2008.Be Smart
Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) untuk kelas VII
SMP/MTS.Bandung: Grafindo Media.
Satu,
Vincentius. 2009. Seri Panduan Belajar
dan Evaluasi Sosiologi Untuk Kelas 8 SMP/MTS. Jakarta: Grasindo.
Sugihartono,
dkk. 2008. IPS kelas 8 untuk SMP/MTS
edisi 4.Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Sugiharyanto. 2007. Seri IPS Geografi dan Sosiologi 2 untuk SMP
dan MTs kelas VIII. Jakarta: Quadra.
Sunanto,Kamanto.1993.Pengantar Sosiologi.Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sunanto,Kamanto.
2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Supriatna,
Nana, dkk. 2011. IPS (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi)
kelas VIII jilid 2. Jakarta: Grafindo Media Pratama.
Thalib,
Syamsul Bachri.2010.Psikologi Pendidikan
Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.Jakarta: Kencana
Wismaningsih,
Nitya dan Samsunuwiyati Marat.2005.Jurnal
Provitae.Jakarta: Buku Obor.
Wong.2002.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 6.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sumber lain :
http://zifazy.wordpress.com/2012/02/13/penyimpangan-tingkah-laku-remaja-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar