BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dewasa ini Indonesia berada di
tengah era baru, yang dinamakan era reformasi. Kondisi bangsa kita di era
reformasi ini, antara lain ditandai dengan beberapa fenomena yang mengemuka
sebagai tantangan di berbagai bidang, baik di bidang ekonomi, politik, dan
sosial budayanya.
Masalah-masalah kita sebagai bangsa
memang kompleks, seiring dengan makin berkembangnya dinamika zaman, seperti
arus globalisasi yang demikian mengalir secara deras dan mempengaruhi
sendi-sendi kehidupan bangsa. Kebudayaan Indonesia yang menjadi identitas etnis
atau suku bangsa yang tadinya dianggap mempunyai batas- batas yang jelaspun
kini juga berubah. Perubahan ini berkaitan dengan faktor geografis dan
nilai-nilai yang dibagi bersama yang dianggap pengikat dalam membentuk
masyarakat. Faktor geografis berkaitan dengan wilayah geografis etnis yang tidak
lagi terbatasi. Seperti orang Jawa yang ada di Suriname atau orang Cina di
Kalimantan. Batas-batas geografis itu tidak lagi menjadi jelas karena tingkat
mobilitas gerak orang sudah demikian meluas dan intensifnya. Demikian pula
dengan faktor nilai-nilai yang dibagi bersama menjadi nilai-nilai yang sifatnya
universal antar etnis, bahkan antar bangsa, sesuai dengan konteks dan setting
sosial yang berbeda.
Sementara itu, Prof HAR Tilaar yang merupakan tokoh pendidikan nasional menilai, “Menjadi Indonesia itu memerlukan waktu yang cukup panjang. Indonesia kita ini terdiri dari banyak suku bangsa atau etnis, dari etnis inilah kita bersama-sama bertekad untuk membangun Indonesia. Jadi, dasar dari Meng-Indonesia itu adalah Etnisitas yang dikembangkan dalam Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya. Saat ini yang namanya Indonesia itu masih belum dapat dicapai, tetapi kita masih dalam proses untuk menjadi Indonesia. Oleh karena itu ‘Meng-Indonesia’ itu merupakan suatu proses menjadi Indonesia yang di dalam sejarah perkembangan manusia, naik turun di mana kadang kuat dan kadang melemah.
Sementara itu, Prof HAR Tilaar yang merupakan tokoh pendidikan nasional menilai, “Menjadi Indonesia itu memerlukan waktu yang cukup panjang. Indonesia kita ini terdiri dari banyak suku bangsa atau etnis, dari etnis inilah kita bersama-sama bertekad untuk membangun Indonesia. Jadi, dasar dari Meng-Indonesia itu adalah Etnisitas yang dikembangkan dalam Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya. Saat ini yang namanya Indonesia itu masih belum dapat dicapai, tetapi kita masih dalam proses untuk menjadi Indonesia. Oleh karena itu ‘Meng-Indonesia’ itu merupakan suatu proses menjadi Indonesia yang di dalam sejarah perkembangan manusia, naik turun di mana kadang kuat dan kadang melemah.
Apabila kita menengok kembali pada
perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada periode perjuangan
kemerdekaan, selama periode tersebut masyarakat dan para pemimpin perjuangan
memunculkan sifat-sifat istimewa mereka. Kualitas istimewa inilah yang
dibangkitkan, dipupuk, dikuatkan oleh para pejuang kemerdekaan, yang akhirnya
mengantarkan masyarakat yang tinggal di ribuan pulau ’zamrud kalutistiwa’ ini,
yang sangat beraneka ragam baik dari sisi suku, agama, alam, dan budaya,
memproklamirkan diri sebagai satu negara dan bangsa, yaitu Negara dan Bangsa
Indonesia. Kualitas istimewa itu mencakup kesepakatan kuat mengenai cita-cita
bersama, semangat persatuan, penghargaan atas kebhinekaan, kesediaan berkorban,
berani kerja keras, ketulusan, solidaritas, dan rasa percaya diri. Ini
menunjukkan bahwa rakyat Indonesia bukan bangsa yang secara histotris adalah
bangsa tak bermutu. Masyarakat Indonesia memiliki kualitas atau kekuatan yang
apabila dipupuk dan dikembangkan dapat mengantarnya kepada kemajuan.
Pada masa perjuangan kemerdekaan,
rasa persatuan atau kohesivitas bangsa sangat kuat karena ketika itu musuh
bersama rakyat Indonesia sangat jelas yaitu penjajah Belanda. Di samping itu,
persatuan menjadi makin kuat karena cita-cita yang hendak dicapai bersama juga
sangat jelas yaitu Indonesia Merdeka. Namun kedaaan menjadi berbeda sesudah
Proklamasi Kemerdekaan. Kohesivitas menurun karena kepentingan golongan menjadi
menonjol di atas kepentingan bersama. Pemberontakan demi pemberontakan yang
mengancam kesatuan RI terjadi, seperti konflik internal maupun eksternal antar
suku, ras, bahkan agama. Inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong timbul
permusuhan antar suku, antar kelompok agama dan antar daerah. Semangat
persatuan yang sangat kuat di masa lalu menjadi makin lemah dan bersamaan
dengan itu semangat untuk menonjolkan diri sendiri menguat. Makin lemahnya
kohesivitas bangsa juga disebabkan oleh makin kaburnya atau tidak adanya
cita-cita bersama yang disepakati bersama yang dapat menggugah semua komponen
bangsa untuk berjuang bersama dengan tidak mempersoalkan perbedaan yang ada
diantara komponen yang bersangkutan. Tidak ada lagi yang namanya ’Indonesian
Dream’ yang memberi inspirasi dan mengikat rakyat Indonesia untuk berjuang
bersama.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan Globalisasi
?
2.
Bagaimana sejarah terjadinya
Globalisasi ?
3.
Bagaimana teori Globalisasi menurut
Coch Rane dan Pain ?
4.
Apa saja ciri-ciri Globalisasi ?
5.
Bagaimana dampak positif dan negatif
dari Globalisasi ?
6.
Bagaimana reaksi masyarakat terhadap
timbulnya Globalisasi ?
7.
Bagaimana dampak Globalisasi di
Indonesia dalam berbagai aspek ?
8.
Apa yang dimaksud dengan Globalisasi
kebudayaan ?
9.
Apa saja ciri-ciri Globalisasi
kebudayaan ?
10.
Apa saja dampak positif dan negatif
dari Globalisasi kebudayaan ?
11.
Bagaimana terjadinya Globalisasi
dalam kebudayaan tradisional di Indonesia ?
12.
Apa contoh studi kasus dari
Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?
13.
Bagaimana cara penanggulangan dari
study kasus tentang Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?
1.3
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui pengertian
Globalisasi ?
2.
Untuk mengetahui bagaimana sejarah
terjadinya Globalisasi ?
3.
Untuk mengetahui teori Globalisasi
menurut Coch Rane dan Pain ?
4.
Untuk mengetahui apa saja ciri-ciri
Globalisasi ?
5.
Untuk megetahui bagaimana dampak
positif dan negatif dari Globalisasi ?
6.
Untuk megetahui bagaimana reaksi
masyarakat terhadap timbulnya Globalisasi ?
7.
Untuk megetahui bagaimana dampak
Globalisasi di Indonesia dalam berbagai aspek ?
8.
Untuk megetahui apa yang dimaksud
dengan Globalisasi kebudayaan ?
9.
Untuk megetahui apa saja ciri-ciri
Globalisasi kebudayaan ?
10.
Untuk megetahui apa saja dampak
positif dan negatif dari Globalisasi kebudayaan?
11.
Untuk megetahui bagaimana terjadinya
Globalisasi dalam kebudayaan tradisional di Indonesia ?
12.
Untuk mengetahui contoh studi kasus
dari Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?
13.
Untuk megetahui bagaimana cara penanggulangan dari studi
kasus tentang Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?
1.4
PROSEDUR PEMECAHAN MASALAH
Seiring dunia yang semakin maju,
perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat, dan hubungan komunikasi
antar warga seluruh belahan dunia terjalin secara intens, maka muncullah
fenomena globalisasi di dunia. Termasuk Indonesia.
Dalam memasuki era globalisasi,
bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini harus mempersiapkan diri demi
kelangsungan hidupnya. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diketahui antara
lain, gambaran kehidupan di era globalisasi, dampak dan bagaimana meresponsnya. Oleh karena itu,
perlu diadakan tinjauan budaya untuk mengetahui apakah budaya Indonesia yang
ada sekarang ini sudah siap mengahadapi era globalisasi atau belum.
Budaya yang dapat menghadapi
tuntutan seperti itu adalah budaya yang tangguh, sehingga ia dapat menghimpun
potensi dari seluruh rakyat yang majemuk untuk menghadapi tantangan dari luar.
Kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi membuat dunia makin terbuka dan
batas-batas atau sekat-sekat yang memisahkan satu bangsa dari bangsa lain makin
memudar, memaksa masyarakat Indonesia untuk bergaul dengan masyarakat negara
lain. Agar manusia Indonesia dapat berfungsi sebagai warga negara secara
efektif dalam masyarakat Indonesia modern, ia perlu memperhatikan dan
mengindahkan nilai-nilai yang diyakini dan dianut oleh pemikiran modern dewasa
ini, antara lain, nilai-nilai yang terdapat dalam konsep demokrasi.
Terjadinya konflik nilai dalam
kelompok masyarakat budaya Indonesia dewasa ini dapat diamati. Konflik itu
dapat terbuka dan dapat pula terpendam. Di satu sisi dipaksa untuk mengikuti
nilai-nilai atau norma-norma yang baru, dan di sisi lain masih terikat dengan
nilai-nilai atau norma-norma tradisional. Maka dari itu, masuknya budaya asing
tentunya harus memperkaya kebudayaan Indonesia, diambil nilai positifnya,
perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir rasional, sistematis, dan
analitis.
Semua potensi yang terdapat dalam
masyarakat Indonesia hendaknya dapat ditampung dalam wadah yang disebut budaya
nasional Indonesia, yaitu budaya yang mengakui kebinekaan yang terdiri atas
budaya-budaya etnis, dalam rangka mewujudkan pembangunan karakter bangsa
Indonesia, membentuk ‘nation and character building’ Indonesia yang lebih baik.
1.5 SISTEMATIKA MAKALAH
1.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang
1.2
Rumusan
Masalah
1.3
Tujuan
Penulisan
1.4
Prosedur
Pemecahan Masalah
1.5
Sistematika
Makalah
2.
Tinjauan
Pustaka
2.1
Teori
Etnisitas
2.2
Teori Nation
and Character Building
2.3
Teori
Globalisasi
3.
Pembahasan
3.1 Pengertian Globalisasi
3.2 Sejarah Globalisasi
3.3 Teori Globalisasi Menurut Cochrane
dan Pain
3.4 Ciri-Ciri Globalisasi
3.5 Dampak Positif dan Negatif dari
Globalisasi
3.6 Reaksi Masyarakat Terhadap Timbulnya
Globalisasi
3.7 Dampak Globalisasi di Indonesia
dalam Berbagai Aspek
3.8 Pengertian Globalisasi Kebudayaan
3.9 Ciri-Ciri Globalisasi Kebudayaan
3.10 Dampak Positif Dan Negatif dari Globalisasi Kebudayaan
3.11 Globalisasi Dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia
3.12 Studi Kasus tentang Globalisasi Kebudayaan Di Indonesia
3.13 Cara Penanggulangan Dari Study Kasus Globalisasi Kebudayaan
Di Indonesia
4.
Penutup
4.1 Kesimpulan
5.
Daftar
Pustaka
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
TEORI ETNISITAS
1.
Teori Menurut Ensiklopedi Indonesia
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnis atau
etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang
mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa,
dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam
hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem
nilai, serta adat-istiadat dan tradisi.
2.
Teori
Menurut Frederich Barth (1988)
Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok
tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi
dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik
adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang mampu melestarikan
kelangsungan kelompok dengan berkembang biak. Mempunyai nila-nilai budaya yang
sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya. Membentuk
jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. Menentukan ciri kelompoknya sendiri
yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi
lain.
3.
Teori Menurut Schemerhon dan
Purwanto (2007)
Schemerhon dan Purwanto (2007) mendefinisikan etnik sebagai
kolektiva yang memiliki persamaan asal nenek moyang, baik secara nyata maupun
semu, memiliki pengalaman sejarah yang sama, dan suatu kesamaan fokus budaya
yang terpusat pada unsur-unsur simbolik yang melambangkan persamaan ciri-ciri
fenotipe, religi, bahasa, pola kekerabatan, dan gabungan unsur-unsur itu.
4.
Teori Menurut Tilaar (2007:4-5)
Etnisitas adalah suku bangsa, yakni berkaitan dengan
kesadaran akan kesamaan tradisi budaya, biologis, dan jati diri sebagai suatu kelompok
dalam suatu masyarakat yang lebih luas.
4.2 TEORI
NATION AND CHARACTER BUILDING
1.
Teori
Menurut Ernest Renan
Nation and character building merupakan pembangunan karakter
dan bangsa. Ernest Renan berpendapat, nation atau bangsa ialah suatu
solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya
berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan
oleh adanya visi bersama. Sedangkan arti karakter itu sendiri berkaitan dengan
kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’
adalah orang punya kualitas moral (tertentu) yang positif.
Dengan demikian, pembangunan karakter, secara implisit
mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan
dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang
buruk, khususnya disini bangsa yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4.3 TEORI
GLOBALISASI
1.
Teori Menurut Edison A. Jamli dkk.
Globalisasi pada hakikatnya adalah
suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti
oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison
A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005).
2.
Teori Menurut Robertson (1992)
Globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada
penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia,
yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi
tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi
modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif
dengan lebih baik secara budaya.
3.
Teori
Menurut Scholte
Scholte melihat
bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·
Internasionalisasi:
Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal
ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun
menjadi semakin tergantung satu sama lain.
·
Liberalisasi:
Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara,
misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·
Universalisasi:
Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun
imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi
pengalaman seluruh dunia.
·
Westernisasi:
Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin
menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
·
Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan
keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara
masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia
global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
4.
Teori
Menurut Cochrane dan Pain
Cochrane dan Pain
menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi
teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
ü Para globalis percaya bahwa
globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap
bagaimana orang dan lembaga di seluruh
dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa
kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis
tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
·
Para globalis
positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan
menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran
dan bertanggung jawab.
·
Para globalis
pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena
hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk
budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar
dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang
globalisasi (antiglobalisasi).
ü Para tradisionalis tidak
percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini
adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan.
Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang
tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan
kapital.
ü Para transformasionalis
berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh
globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka
juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini.
Posisi
teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat
hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang
sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa
proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya,
dapat dikendalikan.
5.
Teori
Menurut Lucian W. Pye
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh
dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat
semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri
dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di
dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
6.
Teori
Menurut Selo Soemardjan
Menurut Selo Soemardjan, Globalisasi
adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasidan komunikasi antarmasyarakat
di seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalah untuk mengikuti sistem dan
kaidah-kaidah tertentu yang sama misalnya berbentuk PBB, OKI3.
7.
Teori
Menurut Achmad Suparman
Menurut
Achmad Suparman, Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau
perilaku) sebagai ciri dari setisp individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh
wilayah.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
GLOBALISASI
1.
Pengertian Globalisasi
Menurut asal
katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi
adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari
setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working
definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang
memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan
membawa seluruh bangsa dan negara di dunia
makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa
dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit.
Globalisasi
adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara
saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas negara
Dalam banyak
hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga
kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan
istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau
batas-batas negara.
Di sisi
lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki
pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi
tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara
yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin
tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap
bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore
Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada
tahun 1985.
2.
Sejarah Globalisasi
Banyak
sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang
dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan
globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad
yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia
mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat
itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik
melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk
berdagang. Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia
menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase
selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan
Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi
Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika
Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang,
kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad,
arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase
selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa
Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor
eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang
meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan
dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan
internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa
pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin
berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga
memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya,
sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai
cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari
Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan
multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase
selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi
pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan
kesejahteraan dunia.
Implikasinya,
negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini
didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi.
Alhasil, sekat-sekat antar negara pun mulai kabur.
3.
Teori Globalisasi
Cochrane dan Pain
menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi
teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
ü Para globalis percaya bahwa
globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap
bagaimana orang dan lembaga di seluruh
dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa
kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis
tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
· Para globalis
positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan
menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran
dan bertanggung jawab.
· Para globalis
pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena
hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk
budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan.
Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
ü Para tradisionalis tidak
percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini
adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan.
Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang
tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan
kapital.
ü Para transformasionalis
berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh
globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka
juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini.
Posisi teoritis ini berpendapat
bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan
yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar
tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini
bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat
dikendalikan.
4.
Ciri-ciri Globalisasi
·
Perubahan
dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon
genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global
terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme
memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
·
Pasar dan
produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda
menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan
internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi
organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
·
Peningkatan
interaksi kultural melalui
perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita
dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami
gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam
budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
·
Meningkatnya
masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
5.
Dampak Globalisasi
ü Positif
Dampak positif globalisasi antara lain:
·
Mudah
memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
·
Mudah
melakukan komunikasi
·
Cepat dalam
bepergian (mobilitas tinggi)
·
Menumbuhkan
sikap kosmopolitan dan toleran
·
Memacu untuk
meningkatkan kualitas diri
·
Mudah
memenuhi kebutuhan
ü Negatif
Dampak
negatif globalisasi antara lain:
·
Informasi
yang tidak tersaring
·
Perilaku
konsumtif
·
Membuat
sikap menutup diri, berpikir sempit
·
Pemborosan
pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
·
Mudah
terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu
negara.
6.
Reaksi Masyarakat Terhadap
Globalisasi
ü Gerakan Pro-Globalisasi
Pendukung
globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa
globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat
dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang
dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini
menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat
saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah
ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan
transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya.
Misalnya, Jepang memiliki keunggulan
komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu
tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada
produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi
kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi
kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari
Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Salah satu
penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan
dan kebijakan
proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan
ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan
meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang
dituju.
Para
pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka
menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga
barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena
permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.
Beberapa
kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka
berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana
kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai
hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan
tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya
dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan
menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu
terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor,
sehingga laju globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi
tingkat kesejahteraan penduduk dunia.
ü Gerakan Anti-Globalisasi
Anti-globalisasi
adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis
orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan
lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi"
dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya
sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda.
Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap
ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis
lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak
lagi penyebab-penyebab lainnya.
Namun,
orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu,
dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global,
Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.
3.2
DAMPAK GLOBALISASI DI INDONESIA
Bangsa
indonesia, seperti halnya bangsa-bangsa lain dalam era globalisasi ini, tidak
dapat menghindar dari arus derasnya kompleksitas perubahan (inovasi) sebagai
akibat pesatnya perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan
transportasi. Beberapa indikator dampak globalisasi yang melanda Bangsa
Indonesia diantaranya sebagai berikut :
1.
Dalam Bidang
Politik
·
Penyebaran
nilai-nilai politik Barat baik secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk
demonstrasi yang semakin berani dan semakin bebas tak terkendali dengan kontak
fisik sampai terjadinya kerusuhan yang anarkis.
·
Semakin
lunturnya nilai-nilai politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan,
musyawarah untuk mencapai mufakat dan gotong royong.
·
Semakin
menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat individual, kelompok,
oposisi, diktator mayoritas atau tirani minoritas.
·
Semakin
masyarakat memberikan perhatian akan transparansi, akuntabilitas dan
profesionalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
·
Semakin
banyak lahirnya partai politik, organisasi-organisasi di luar pemerintah
seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki kepentingan-kepentingan
tertentu.
2.
Dalam Bidang
Ekonomi
·
Berlakunya
konsep kepemilikan modal besar akan semakin kuat dan yang kecil semakin
tersingkir.
·
Pemerintah
hanya sebagai regulasi dalam pengaturan ekonomi yang mekanismenya ditentukan
oleh pasar.
·
Sektor-sektor
ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit
berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya sudah semakin
ditinggalkan.
·
Kompetisi
produk dan harga semakin tinggi sejalan dengan tingkat kebutuhan masyarakat
yang semakin selektif.
3.
Dalam Bidang
Sosial dan Budaya
·
Semakin
pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi.
·
Semakin
mudahnya nilai-nilai Barat masuk melalui berbagai media cetak dan elektronik
yang terkadang ditiru habis-habisan oleh masyarakat.
·
Semakin
memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal.
·
Semakin
lunturnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian, kesetiakawanan
sosial dan juga kebersamaan dalam menghadapi kesulitan tertentu.
·
Semakin
memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
4.
Dalam Bidang
Hukum, Pertahanan dan Keamanan
·
Semakin
menguatnya supremasi hukum, demokratisasi dan tuntutan terhadap dilaksanakannya
hak-hak asasi manusia.
·
Menguatnya
regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan
bermanfaat untuk kepentingan rakyat.
·
Semakin
menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim)
yang lebih profesional, transparan dan akuntabel.
·
Menguatnya
supremasi sipil dengan mendudukkan tentara dan polisi sebatas penjaga keamanan,
kedaulatan dan ketertiban negara yang profesional.
·
Semakin
berkurangnya peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban
negara karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab tentara dan polisi.
5.
Dampak
Globalisasi Terhadap Etnisitas di Indonesia
Globalisasi mempunyai dampak besar
melonggarkan dan dapat pula melepaskan ikatan etnis dan agama. Kemajuan
komunikasi dan ilmu pengetahuan, menurut Kleden, bisa menjauhkan atau
mengasingkan dan mendekatkan kita. Pertama, terjadi perenggangan ikatan etnis
dan religius. Orang dari berbagai etnis dan agama berbeda bisa saja bersatu dan
bekerja sama menanggapi keprihatinan kemiskinan, misalnya. Globalisasi
mendorong terbentuknya persekutuan-persekutuan baru yang mungkin jauh lebih
mengikat daripada kelompok-kelompok tradisional. Kedua, terjadi penguatan
ikatan etnis-religius.
Globalisasi tidak saja melonggarkan,
tetapi dapat pula mendorong menguatnya kembali ikatan kesukuan dan keagamaan.
Hal itu dimungkinkan dua hal. Pertama, pencarian kepastian dan identitas. Orang
lalu kembali kepada identitas lama. Kedua, reaksi terhadap tekanan dan dominasi
yang tidak adil atau pengalaman ketertindasan. Penindasan itu bisa terjadi pada
level global ini, nasional, dan lokal.
Basirun Samlawi juga melihat
globalisasi telah mempengaruhi identitas kesukuan dan religius masyarakat
modern. Migrasi penduduk yang makin cepat oleh penemuan teknologi komunikasi
dan transportasi tidak saja menggeserkan nilai-nilai, tetapi juga mengubah
komposisi penduduk. Masyarakat yang sebelumnya mayoritas berubah jadi etnik minorita.
Akibat dari interaksi ini, terjadi
dialektika pemikiran dan pemahaman yang mendorong terjadinya tafsiran baru
mengenai agama, budaya, dan politik. Perubahan ini mengakibatkan disorientasi
nilai dan kultural. Tidak banyak orang siap memasuki global village atau global
city ini. Mereka mencari bentuk hubungan lama baik budaya maupun agama yang
memberi mereka rasa aman dan identitas.
Etnisitas yang pada awalnya disikapi
sebagai penggambaran keseluruhan atau totalitas cara hidup, kegiatan,
keyakinan-keyakinan, adat istiadat dari sebuah komunitas atau masyarakat, yang
disebut dengan kebudayaan, kini menjadi sulit untuk didefinisikan. Demikian
juga, pengertian kebudayaan nasional Indonesia yang disikapi sebagai
puncak-puncak kebudayaan daerah, kini sungguh sulit untuk diimplementasikan.
Pendek kata, negara dan bangsa Indonesia hari ini, secara kultural tidak bisa
lepas dari fragmentasi global yang kekuatannya nyaris tak terelakkan.
Di sisi lain dengan adanya dominasi
tersebut justru memberi kontribusi memudarnya identitas yang selama ini
dijadikan karakteristik sejumlah suku bangsa negeri Nusantara ini. Atau dengan
kata lain, fragmentasi global yang kekuataannya tak terelakkan tersebut di satu
sisi justru memberi kontribusi memudarnya identitas yang selama ini dijadikan
karakteristik sejumlah suku bangsa negeri Nusantara ini.
Disisi lain, harus diakui pula bahwa
globalisasi pun bisa memberi dampak positif. Misalnya, masuknya budaya asing
yang memperkaya kebudayaan Indonesia, perubahan pola pikir tradisional menjadi
pola pikir rasional, sistematis, dan analitis. Selain itu, globalisasi justru
akan menambah berkembangnya ilmu pengetahuan dan cara berpikir kritis.
Tantangan bagi bangsa Indonesia
akibat globalisasi memang mengancam eksistensi jati diri bangsa Indonesia.
Sebut saja terjadinya guncangan budaya (cultural shock). Globalisasi tidak
sepenuhnya memperlebar ruang bagi bertumbuhnya masyarakat terbuka (open
society), tetapi di sana sini menimbulkan ketakutan kehilangan identitas. Agama
dan suku menjadi ruang lama yang terbuka kembali untuk penegasan identitas.
Untuk itulah, sebuah strategi
kebudayaan nasional terutama bagi etnisitas di Indonesia membutuhkan suatu
diskusi panjang yang diharapkan mampu memberi kontribusi berharga bagi pudarnya
identitas yang terpecah terhadap negara dan bangsa. Sehingga yang terjadi
adalah globalisasi tidak lagi membuat orang kembali ke identitas lama kesukuan
dan agama, melainkan makin terbuka dalam membangun kerja sama untuk kebersamaan
sosial yang lebik baik. Dengan demikian agama dan etnisitas menyumbangkan
kemajuan dalam memasuki kehidupan era globalisasi ini.
3.3
GLOBALISASI KEBUDAYAAN
1.
Pengertian Globalisasi Kebudayaan
Globalisasi
kebudayaan adalah globalisasi yang mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan yang ada
dimasyarakat yang telah dibawa oleh nenek moyang/leluhur sejak dahulu kala.
Selain dampak positif yang diberikan globalisasi untuk manusia dan bangsa
didunia ini ,globalisasi pun juga mempunyai dampak negatif antara manusia dan
bangsa didunia ini .salah satunya adalah globalisasi kebudayaan yang sedikit
demi sedikit menghilangkan kebudayaan nenek moyang/leluhur diindonesia .
2.
Ciri-ciri Globalisasi Kebudayaan
Ciri berkembangnya globalisasi
kebudayaan, yaitu :
·
Berkembangnya
pertukaran kebudayaan internasional.
·
Penyebaran
prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu
individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
·
Persaingan
bebas dalam bidang ekonomi
·
Meningkakan
interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa
3.
Dampak Globalisasi Kebudayaan
·
Positif
Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan .
Banyak yang
tidak mengetahui jikalau salah satu dampak positif yang diberikan globalisasi
kebudayaan yang dapat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat kita yaitu bisa
mendapatkan banyak informasi dan ilmu pengetahuan baik secara langsung maupun
secara tidak langsung .
Secara
langsungnya adalah jika kita pergi keluar kota yang ada diindonesi ataupun
keluar negeri kita datang ke suatu tempat yang sedang mengadakan acara-acara
festival dan dipertunjukan di depan umum kita bisa mendapatkan informasi dan
pengetahuan lebih tentang kota/Negara tersebut.
Secara tidak
langsungnya adalah kita dapat mengetahui tentang informasi dan ilmu pengetahuan
lebih serta keaneka ragaman budaya yang ada diluar kota indonesia /diluar
negeri yaitu dengan cara lewat media cetak,media elektronik dan jejaring social
tanpa harus pergi jauh-jauh keluar kota atau bahkan keluar negeri yang dapat
menghabiskan banyak uang .
Mempermudah proses pembuatan alat-alat musik tradisional
Selain
dampak positif dari globalisasi kebudayaan adalah dapat memperoleh informasi
dan ilmu pengetahuan dan dampak positif lainnya adalah dapat mempermudah proses
pembuatan alat-alat musik tradisional,kebanyakan masyarakat indonesia membuat
alat musik tradisional secara manual dan hasilnya pun cukup banyak
membuang-buang waktu dan tenaga adanya globalisasi kebudayaan sekarang
masyarakat indonesia tidak perlu membuat alat-alat musik tradisional secara
manual .karna dengan adanya globalisasi kebudayaan ini masyarakat indonesia
dengan mudah membuat dengan bantuan mesin-mesin yang berteknologi canggih dan
modern,dan hasilnya pun terbukti lebih menghemat tenaga dan alat-alat musik
tradisionalnya pun bisa sekali pembuatan langsung mendapatkan hasi-hasil yang
banyak dan kualitasnya pun terjamin.
Banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain
Banyaknya
turis mancanegara yang sengaja berimigrasi dikarnakan tertarik/suka dengan
kebudayaan-kebudayaan yang beraneka ragaman yang ada didunia ini,mungkin itulah
salah satu faktor terjadinya imigrasi dari suatu negara ke nagara lain .bahkan
banyak juga turis mancanegara yang suka dengan kebudayaan-kebudayaan negara
tersebut samapai rela menjadi imigrasi gelap.mungkin itu salah satutejadinnya
imigrasi gelap yang sering terjadi didunia ini.
Berkembangnya
turisme dan pariwisata
Banyak
negara-negara didunia ini yang mendongkrak keuntungan untuk negaranya dengan
cara meningkkatkan tempat pariwisata.contohnya dinegara indonesia pariwisata
yang terkenalnya adalah dibali,diindonesia lewat menteri kebudayaan dan
pariwisata,banyak yang tidak mengetahui bahwa indonesia kaya akan alam dan
pariwisata yang indah-indah dan jika dimanfaatkan dengan baik pasti bisa
memajukan bangsa dan tidak kalah bersaing dengan negara-negara maju didunia
.banyak turis mancanegara yang datang ke indonesia untuk menikmati pariwisata
diindonesia dan bahkan banyak pula yang mencantumkan jadwal liburannya untuk
bersenang-senang dengan keluargannya .
·
Negatif
Tercampurnya kebudayaan dalam negeri dengan kebudayaan luar
Turis mancanegara yang datang ke indonesia terkadang membawa dampak positif
dan negatif tergantung dari kita sendiri bagaimana cara menanggapinya.banyak
masyarakat indonesia yang suka mencampur-campurkan budaya luar dengan budaya
dalam negeri .contoh dari pakaian,segi bahasa,bahkan prilaku yang dengan
sengaja menggabungkannya untuk bisa diterima diindonesia.
Lebih senang dengan kebudayaan luar dibanding dengan budaya dalam negeri
Perlu kita
sadari bahwa anak-anak remaja saat ini lebih senang dengan budaya luar
dibanding budaya dalam negeri. Contoh : segi pakaian, segi musik dan segi
bahasa.
a.
Segi pakaian
Anak-anak
remaja saat ini lebih senang/dikatakan lebih gaul bila menggunakan
pakaian-pakaian dari luar negeri. Contohnya celana jeans dan baju-baju yang
langsung diimport, apakah mau anak-anak remaja saat ini memakai blankon,
pakaian adat daerah pasti mereka menjawabnya malu bahkan ada yang bilang
gengsi. Itulah jawaban-jawaban dari anak-anak remaja diindonesia saat ini.
Untuk itu mulailah dari sekarang jangan menunda-nunda kebaikan.
b.
Segi musik
Mayoritas
musik-musik diindonesia didominasi musik-musik yang berasal dari Amerika,
Eropa. Contohnya aliran musiknya adalah punk, rock dan pop. Kita ambil contoh
misalkan salah satunya punk anak-anak remaja saat ini tidak lengkap jika suka
dengan aliran musik tersebut tanpa mengikuti stylenya. Pasti anda sendiri bisa
menilainya style punk itu gimana, sangatlah tidak patut dicontoh bukan tapi
entah kenapa anak-anak remaja saat ini sangat menyukainya dan bahkan yang
sengaja menjadi punk jalanan yang hidup dijalanan dan tidak mempunyai pekerjaan
tetap .
c.
Segi bahasa
Kita pasti
sudah tidak asing lagi mendengar bahasa-bahasa daerah ditelinga kita, itulah
beraneka ragaman bahasa yang ada di indonesia dan tentu kita tahu bahasa-bahasa
daerah di indonesia sangatlah banyak dan asik bila kita mempelajarinya, tapi
entah kenapa anak-anak remaja saat ini lebih suka bahasa dari luar contohnya
bahasa inggris, memang kita perlu juga kalau bahasa inggris itu harus kita
pelajari karena bahasa inggris itu adalah bahasa internasional tapi tidak
seharusnya kita belajar bahasa inggris tetapi bahasa daerah di indonesia kita
tidak pelajari bahkan kita lupakan begitu saja.
d.
Memperburuk citra indonesia dimata dunia
Jika
kebudayaan indonesia telah tercampur dengan kebudayaan asing dan bahkan
masyarakat indonesia sudah tidak mau memperdulikan/melestarikan kebudayaannya
sendiri bukan tidak mungkin nama baik indonesia dimata dunia akan tercoreng
karena dianggap tidak bisa melestarikan/menjaga kebudayaannya. Untuk itu
mulailah dari sekarang kita jaga/lestarikan kebudayaan-kebudayaan indonesia
salah satunya dengan cara mengadakan acara-acara tradisional/daerah yang dapat
menjaga/melestarikan kebudayaan-kebudayaan indonesia.
4.
Globalisasi dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang
wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai
masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang
mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses
dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang
penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan
diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini
berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak
negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan,
padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa
generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang
karena adanya pengaruh-pengaruh luar.
Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan
pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu,
globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah
atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih
tetap berarti. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan
sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun
persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau
kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan
atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal
tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai
maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu
apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting
artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh
apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah
satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan
subsistem dari kebudayaan.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan
wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat
dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan
lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia
dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang
dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
5.
Studi Kasus
Wayang adalah salah satu seni budaya
Indonesia yang paling popular di Indonesia bila dibanding karya seni budaya
lainnya. Kesenian wayang berkembang terus dari masa ke masa. Wayang merupakan
salah satu kesenian yang mudah sebagai media penerangan, dakwah, pendidikan,
pemahaman filsafat, hiburan dan bahkan kritik sosial.
Asal-usul wayang masih sering
menjadi perdebatan, ada yang mengatakan dari pulau Jawa tetapi ada juga yang
mengatakan berasal dari India. Namun menurut penilitian para ahli sejarah
budayawan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia yang berasal dari
pulau Jawa. Wayang sudah ada di Indonesia berabad-abad sebelum agama Hindu
masuk ke pulau Jawa. Meskipun cerita wayang yang sering dan popular di
masyarakat adalah adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan
Mahabhrata. Namun dalam pewayangan cerita itu sudah banyak mengalami perubahan
dan penambahan yang disesuaikan dengan budaya dan falsafah asli Indonesia. Pada umumnya
cerita pewayangan khususnya wayang kulit di indonesia memiliki kesamaan baik di
tinjau dari krakter dari masing – masing tokoh maupun cerita yang dipentaskan,
hanya penyebutan/penamaannya saja yang berbeda.
Dalam
perkembangannya saat ini, wayang kulit tidak hanya digunakan untuk kegiatan
syiar islam, tetapi sering juga di kaitkan dengan kegiatan politik pada setiap
pemilihan berlangsung, misalnya pemilihan Bupati bahkan juga pada pemilihan
kepala desa yang dilakukan oleh calon tertentu untuk memenangkan pemilihan.
Pesan –pesan yang disampaikan syarat dengan muatan politik untuk memenangkan
calon tertentu melalui tokoh kocaknya yakni Amaq Baok, Amaq Kesek dan lain –
lain.
Baru pada
era 70-an mengalami perubahan setelah munculnya Wayang Gerung, tokoh – tokoh
tersebut kemudian diperkenalkan oleh ki dalang H. Lalu Nasip AR, Perombakan itu
tidak hanya dilakukan pada tokoh tadi, namun juga pada metode-metode penyampain
pesan – pesan sosial, agama, bahkan pada alur cerita (tanpa menghilangkan inti
cerita. Karena pada pewayangan lama tekhnik penyampaian terkesan monoton
sehingga cenderung lebih cepat menimbulkan kejenuan terhadap penonton.
Akhir –
akhir ini kesenian wayang kulit sudah mulai terlupakan, dimana sudah semakin
jarang ditemukan pentas wayang kulit, sehingga menimbulkan keresahan baik bagi
pelaku sendiri maupun kalangan pemerhati budaya.
Menurut Mastur
Ismail “saat ini memang sudah terjadi pergeseran kultur, dimana masyarakat
sekarang merupakan masyarakat modern yang cenderung lebih menyukai seni
kontemporer dan menganggap seni wayang kulit adalah kesenian kuno yang layak
dikonsumsi oleh para orang tua”.
Disamping
itu pula wayang kulit dipengaruhi oleh 4 faktor yakni, bakat skill, wawasan dan
hobi. Saat ini yang banyak dikeluhkan oleh pelaku kesenian wayang kulit adalah
sulitnya mendapatkan orang yang bisa memainkan wayang (Dalang) seorang dalang harus
berperan multyi karakter, baik oleh penjiwaanya maupun terhadap cara memainkan
wayang itu sendiri.
Selain itu
ki dalang harus memiliki kemampuan dalam berbahasa jawa kuno (Sansakerta)
sebagai bahasa standar yang digunakan, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk
bisa berbahasa daerah lainnya atau bahasa asing sehingga akan semakin
memperkaya ide dan menjadi daya tarik tersendiri.Seorang dalan juga harus
memiliki wawasan yang luas, peka terhadap perkembangan situasi wilayah baik
yang sifatnya regional maupun nasional sehingga seni pewayangan tidak terkesan
monoton.
Ketiga hal
di atas tentu tidak akan lebih baik apabila tidak dibarengi dengan hobi, faktor
inilah yang akan mendukung terbentuknya kreatifitas dan pengayaan ide. Seorang
dalang yang baik, tentu sehari-harinya memiliki aktifitas yang tinggi dalam
seni pewayangan, sehingga eksistensinya mendapat pengakuan penuh dari
masyarakat.
6.
Penanggulangan Studi Kasus
Pemerintah sebagai pengawas
sekaligus pembimbing segala sesuatu yang ada di Indonesia harusnya lebih aktif
dalam menekankan pendidikan tentang budaya Indonesia dengan cara menambah jam
pelajaran tentang kebudayaan khususnya untuk kebudayaan Indonesia sendiri. Dan
selain itu untuk membangkitkan lagi kebudayaan Indonesia yang makin luntur atau
dilupakan oleh generasi muda tidak hanya pemerintah saja yang bergerak tapi
semua komponen yang ada harus bekerja sama termasuk generasi muda itu sendiri.
Caranya dengan pendidikan karakter
yang diusulkan oleh presiden Indonesia SBY. Pendidikan karakter harus segera
diterapkan. Generasi muda harus segera disadarkan bahwa budaya dari luar yang
negatif dapat menghancurkan negara kita sendiri. Selain itu cara pendidikan
tentang budaya indonesia harus dengan cara yang menarik agar generasi muda
menjadi tertarik untuk mempelajarinya.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa
dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit.
Globalisasi
adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara
saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas negara, interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa
di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih
globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri
sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India
mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur
sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Globalisasi mempunyai dampak besar
melonggarkan dan dapat pula melepaskan ikatan etnis dan agama. Kemajuan
komunikasi dan ilmu pengetahuan, menurut Kleden, bisa menjauhkan atau
mengasingkan dan mendekatkan kita. Pertama, terjadi perenggangan ikatan etnis
dan religius. Kedua, terjadi penguatan ikatan etnis-religius.
Globalisasi kebudayaan adalah globalisasi yang mempengaruhi
kebudayaan-kebudayaan yang ada dimasyarakat yang telah dibawa oleh nenek
moyang/leluhur sejak dahulu kala.
Kemajuan
bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam
proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun
juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna
yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti. Terkait dengan kebudayaan,
kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga
masyarakat terhadap berbagai hal.
BAB
V
DAFTAR
PUSTAKA
Ignas Kleden. 1987. Sikap Ilmiah dan Kritik
Kebudayaan. Jakarta: LP3S
Koentjaraningrat. 1982. Kebudayaan , Mentalitet, dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Parsudi Suparlan, Konflik Sosial dan Alternatif
Pemecahannya dalam Jurnal Antropologi
Indonesia No. 59 Th XXIII, Mei-Agustus 1999.
Indonesia No. 59 Th XXIII, Mei-Agustus 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar