Senin, 10 Juni 2013

Etnisitas dalam Pengembangan atau Pembangunan Nation and Character Building Indonesia “Globalisasi (Globalisasi Kebudayaan)”



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       LATAR BELAKANG
Dewasa ini Indonesia berada di tengah era baru, yang dinamakan era reformasi. Kondisi bangsa kita di era reformasi ini, antara lain ditandai dengan beberapa fenomena yang mengemuka sebagai tantangan di berbagai bidang, baik di bidang ekonomi, politik, dan sosial budayanya.
Masalah-masalah kita sebagai bangsa memang kompleks, seiring dengan makin berkembangnya dinamika zaman, seperti arus globalisasi yang demikian mengalir secara deras dan mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa. Kebudayaan Indonesia yang menjadi identitas etnis atau suku bangsa yang tadinya dianggap mempunyai batas- batas yang jelaspun kini juga berubah. Perubahan ini berkaitan dengan faktor geografis dan nilai-nilai yang dibagi bersama yang dianggap pengikat dalam membentuk masyarakat. Faktor geografis berkaitan dengan wilayah geografis etnis yang tidak lagi terbatasi. Seperti orang Jawa yang ada di Suriname atau orang Cina di Kalimantan. Batas-batas geografis itu tidak lagi menjadi jelas karena tingkat mobilitas gerak orang sudah demikian meluas dan intensifnya. Demikian pula dengan faktor nilai-nilai yang dibagi bersama menjadi nilai-nilai yang sifatnya universal antar etnis, bahkan antar bangsa, sesuai dengan konteks dan setting sosial yang berbeda.
Sementara itu, Prof HAR Tilaar yang merupakan tokoh pendidikan nasional menilai, “Menjadi Indonesia itu memerlukan waktu yang cukup panjang. Indonesia kita ini terdiri dari banyak suku bangsa atau etnis, dari etnis inilah kita bersama-sama bertekad untuk membangun Indonesia. Jadi, dasar dari Meng-Indonesia itu adalah Etnisitas yang dikembangkan dalam Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya. Saat ini yang namanya Indonesia itu masih belum dapat dicapai, tetapi kita masih dalam proses untuk menjadi Indonesia. Oleh karena itu ‘Meng-Indonesia’ itu merupakan suatu proses menjadi Indonesia yang di dalam sejarah perkembangan manusia, naik turun di mana kadang kuat dan kadang melemah.
Apabila kita menengok kembali pada perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada periode perjuangan kemerdekaan, selama periode tersebut masyarakat dan para pemimpin perjuangan memunculkan sifat-sifat istimewa mereka. Kualitas istimewa inilah yang dibangkitkan, dipupuk, dikuatkan oleh para pejuang kemerdekaan, yang akhirnya mengantarkan masyarakat yang tinggal di ribuan pulau ’zamrud kalutistiwa’ ini, yang sangat beraneka ragam baik dari sisi suku, agama, alam, dan budaya, memproklamirkan diri sebagai satu negara dan bangsa, yaitu Negara dan Bangsa Indonesia. Kualitas istimewa itu mencakup kesepakatan kuat mengenai cita-cita bersama, semangat persatuan, penghargaan atas kebhinekaan, kesediaan berkorban, berani kerja keras, ketulusan, solidaritas, dan rasa percaya diri. Ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia bukan bangsa yang secara histotris adalah bangsa tak bermutu. Masyarakat Indonesia memiliki kualitas atau kekuatan yang apabila dipupuk dan dikembangkan dapat mengantarnya kepada kemajuan.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, rasa persatuan atau kohesivitas bangsa sangat kuat karena ketika itu musuh bersama rakyat Indonesia sangat jelas yaitu penjajah Belanda. Di samping itu, persatuan menjadi makin kuat karena cita-cita yang hendak dicapai bersama juga sangat jelas yaitu Indonesia Merdeka. Namun kedaaan menjadi berbeda sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Kohesivitas menurun karena kepentingan golongan menjadi menonjol di atas kepentingan bersama. Pemberontakan demi pemberontakan yang mengancam kesatuan RI terjadi, seperti konflik internal maupun eksternal antar suku, ras, bahkan agama. Inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong timbul permusuhan antar suku, antar kelompok agama dan antar daerah. Semangat persatuan yang sangat kuat di masa lalu menjadi makin lemah dan bersamaan dengan itu semangat untuk menonjolkan diri sendiri menguat. Makin lemahnya kohesivitas bangsa juga disebabkan oleh makin kaburnya atau tidak adanya cita-cita bersama yang disepakati bersama yang dapat menggugah semua komponen bangsa untuk berjuang bersama dengan tidak mempersoalkan perbedaan yang ada diantara komponen yang bersangkutan. Tidak ada lagi yang namanya ’Indonesian Dream’ yang memberi inspirasi dan mengikat rakyat Indonesia untuk berjuang bersama.


1.2       RUMUSAN MASALAH
1.             Apa yang dimaksud dengan Globalisasi ?
2.             Bagaimana sejarah terjadinya Globalisasi ?
3.             Bagaimana teori Globalisasi menurut Coch Rane dan Pain ?
4.             Apa saja ciri-ciri Globalisasi ?
5.             Bagaimana dampak positif dan negatif dari Globalisasi ?
6.             Bagaimana reaksi masyarakat terhadap timbulnya Globalisasi ?
7.             Bagaimana dampak Globalisasi di Indonesia dalam berbagai aspek ?
8.             Apa yang dimaksud dengan Globalisasi kebudayaan ?
9.             Apa saja ciri-ciri Globalisasi kebudayaan ?
10.         Apa saja dampak positif dan negatif dari Globalisasi kebudayaan ?
11.         Bagaimana terjadinya Globalisasi dalam kebudayaan tradisional di Indonesia ?
12.         Apa contoh studi kasus dari Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?
13.         Bagaimana cara penanggulangan dari study kasus tentang Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?

1.3       TUJUAN PENULISAN
1.             Untuk mengetahui pengertian Globalisasi ?
2.             Untuk mengetahui bagaimana sejarah terjadinya Globalisasi ?
3.             Untuk mengetahui teori Globalisasi menurut Coch Rane dan Pain ?
4.             Untuk mengetahui apa saja ciri-ciri Globalisasi ?
5.             Untuk megetahui bagaimana dampak positif dan negatif dari Globalisasi ?
6.             Untuk megetahui bagaimana reaksi masyarakat terhadap timbulnya Globalisasi ?
7.             Untuk megetahui bagaimana dampak Globalisasi di Indonesia dalam berbagai aspek ?
8.             Untuk megetahui apa yang dimaksud dengan Globalisasi kebudayaan ?
9.             Untuk megetahui apa saja ciri-ciri Globalisasi kebudayaan ?
10.         Untuk megetahui apa saja dampak positif dan negatif dari Globalisasi kebudayaan?
11.         Untuk megetahui bagaimana terjadinya Globalisasi dalam kebudayaan tradisional di Indonesia ?
12.         Untuk mengetahui contoh studi kasus dari Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?
13.         Untuk megetahui  bagaimana cara penanggulangan dari studi kasus tentang Globalisasi kebudayaan di Indonesia ?

1.4       PROSEDUR PEMECAHAN MASALAH
Seiring dunia yang semakin maju, perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat, dan hubungan komunikasi antar warga seluruh belahan dunia terjalin secara intens, maka muncullah fenomena globalisasi di dunia. Termasuk Indonesia.
Dalam memasuki era globalisasi, bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini harus mempersiapkan diri demi kelangsungan hidupnya. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diketahui antara lain, gambaran kehidupan di era globalisasi, dampak dan  bagaimana meresponsnya. Oleh karena itu, perlu diadakan tinjauan budaya untuk mengetahui apakah budaya Indonesia yang ada sekarang ini sudah siap mengahadapi era globalisasi atau belum.
Budaya yang dapat menghadapi tuntutan seperti itu adalah budaya yang tangguh, sehingga ia dapat menghimpun potensi dari seluruh rakyat yang majemuk untuk menghadapi tantangan dari luar. Kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi membuat dunia makin terbuka dan batas-batas atau sekat-sekat yang memisahkan satu bangsa dari bangsa lain makin memudar, memaksa masyarakat Indonesia untuk bergaul dengan masyarakat negara lain. Agar manusia Indonesia dapat berfungsi sebagai warga negara secara efektif dalam masyarakat Indonesia modern, ia perlu memperhatikan dan mengindahkan nilai-nilai yang diyakini dan dianut oleh pemikiran modern dewasa ini, antara lain, nilai-nilai yang terdapat dalam konsep demokrasi.
Terjadinya konflik nilai dalam kelompok masyarakat budaya Indonesia dewasa ini dapat diamati. Konflik itu dapat terbuka dan dapat pula terpendam. Di satu sisi dipaksa untuk mengikuti nilai-nilai atau norma-norma yang baru, dan di sisi lain masih terikat dengan nilai-nilai atau norma-norma tradisional. Maka dari itu, masuknya budaya asing tentunya harus memperkaya kebudayaan Indonesia, diambil nilai positifnya, perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir rasional, sistematis, dan analitis.
Semua potensi yang terdapat dalam masyarakat Indonesia hendaknya dapat ditampung dalam wadah yang disebut budaya nasional Indonesia, yaitu budaya yang mengakui kebinekaan yang terdiri atas budaya-budaya etnis, dalam rangka mewujudkan pembangunan karakter bangsa Indonesia, membentuk ‘nation and character building’ Indonesia yang lebih baik.

1.5       SISTEMATIKA MAKALAH
1.             Pendahuluan
1.1         Latar Belakang
1.2         Rumusan Masalah
1.3         Tujuan Penulisan
1.4         Prosedur Pemecahan Masalah
1.5         Sistematika Makalah
2.           Tinjauan Pustaka
2.1         Teori Etnisitas
2.2         Teori Nation and Character Building
2.3         Teori Globalisasi
3.             Pembahasan
3.1         Pengertian Globalisasi
3.2         Sejarah Globalisasi
3.3         Teori Globalisasi Menurut Cochrane dan Pain
3.4         Ciri-Ciri Globalisasi
3.5         Dampak Positif dan Negatif dari Globalisasi
3.6         Reaksi Masyarakat Terhadap Timbulnya Globalisasi
3.7         Dampak Globalisasi di Indonesia dalam Berbagai Aspek
3.8         Pengertian Globalisasi Kebudayaan
3.9         Ciri-Ciri Globalisasi Kebudayaan
3.10     Dampak Positif Dan Negatif dari Globalisasi Kebudayaan
3.11     Globalisasi Dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia
3.12     Studi Kasus tentang Globalisasi Kebudayaan Di Indonesia
3.13     Cara Penanggulangan Dari Study Kasus Globalisasi Kebudayaan Di Indonesia
4.             Penutup
4.1         Kesimpulan
5.           Daftar Pustaka
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1      TEORI ETNISITAS
1.            Teori Menurut Ensiklopedi Indonesia
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan istilah etnis atau etnik berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan ataupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi. 
2.            Teori Menurut Frederich Barth (1988)
Menurut Frederich Barth (1988)  istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai suatu populasi yang mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan berkembang biak. Mempunyai nila-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
3.             Teori Menurut Schemerhon dan Purwanto (2007)
Schemerhon dan Purwanto (2007) mendefinisikan etnik sebagai kolektiva yang memiliki persamaan asal nenek moyang, baik secara nyata maupun semu, memiliki pengalaman sejarah yang sama, dan suatu kesamaan fokus budaya yang terpusat pada unsur-unsur simbolik yang melambangkan persamaan ciri-ciri fenotipe, religi, bahasa, pola kekerabatan, dan gabungan unsur-unsur itu.
4.            Teori Menurut Tilaar (2007:4-5)
Etnisitas adalah suku bangsa, yakni berkaitan dengan kesadaran akan kesamaan tradisi budaya, biologis, dan jati diri sebagai suatu kelompok dalam suatu masyarakat yang lebih luas.

4.2      TEORI NATION AND CHARACTER BUILDING
1.            Teori Menurut Ernest Renan
Nation and character building merupakan pembangunan karakter dan bangsa. Ernest Renan berpendapat, nation atau bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. Sedangkan arti karakter itu sendiri berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang punya kualitas moral (tertentu) yang positif.
Dengan demikian, pembangunan karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk, khususnya disini bangsa yakni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4.3      TEORI GLOBALISASI
1.            Teori Menurut Edison A. Jamli dkk.
Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005). 
2.            Teori Menurut Robertson (1992)
Globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya.
3.            Teori Menurut Scholte
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·                Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
·                Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·                Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
·                Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
·                Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
4.            Teori Menurut Cochrane dan Pain
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
ü   Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
·                Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
·                Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
ü   Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
ü   Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini.
Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan. 
5.            Teori Menurut Lucian W. Pye
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
6.            Teori Menurut Selo Soemardjan
Menurut Selo Soemardjan, Globalisasi adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasidan komunikasi antarmasyarakat di seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalah untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama misalnya berbentuk PBB, OKI3.
7.            Teori Menurut Achmad Suparman
Menurut Achmad Suparman, Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setisp individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1      GLOBALISASI
1.            Pengertian Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
2.            Sejarah Globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia.
Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara pun mulai kabur. 
3.            Teori Globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
ü   Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
·           Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
·           Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
ü   Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
ü   Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini.
Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
4.            Ciri-ciri Globalisasi
·                Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
·                Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
·                Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
·                Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
5.            Dampak Globalisasi
ü  Positif
Dampak positif globalisasi antara lain:
·            Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
·            Mudah melakukan komunikasi
·            Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
·            Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
·            Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
·            Mudah memenuhi kebutuhan
ü   Negatif
Dampak negatif globalisasi antara lain:
·                Informasi yang tidak tersaring
·                Perilaku konsumtif
·                Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
·                Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
·                Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara.
6.            Reaksi Masyarakat Terhadap Globalisasi
ü   Gerakan Pro-Globalisasi
Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju.
Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.
Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.
ü   Gerakan Anti-Globalisasi
Anti-globalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.

3.2      DAMPAK GLOBALISASI DI INDONESIA
Bangsa indonesia, seperti halnya bangsa-bangsa lain dalam era globalisasi ini, tidak dapat menghindar dari arus derasnya kompleksitas perubahan (inovasi) sebagai akibat pesatnya perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Beberapa indikator dampak globalisasi yang melanda Bangsa Indonesia diantaranya sebagai berikut :
1.             Dalam Bidang Politik
·                Penyebaran nilai-nilai politik Barat baik secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk demonstrasi yang semakin berani dan semakin bebas tak terkendali dengan kontak fisik sampai terjadinya kerusuhan yang anarkis.
·                Semakin lunturnya nilai-nilai politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah untuk mencapai mufakat dan gotong royong.
·                Semakin menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat individual, kelompok, oposisi, diktator mayoritas atau tirani minoritas.
·                Semakin masyarakat memberikan perhatian akan transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
·                Semakin banyak lahirnya partai politik, organisasi-organisasi di luar pemerintah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu.

2.            Dalam Bidang Ekonomi
·                Berlakunya konsep kepemilikan modal besar akan semakin kuat dan yang kecil semakin tersingkir.
·                Pemerintah hanya sebagai regulasi dalam pengaturan ekonomi yang mekanismenya ditentukan oleh pasar.
·                Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya sudah semakin ditinggalkan.
·                Kompetisi produk dan harga semakin tinggi sejalan dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin selektif.

3.            Dalam Bidang Sosial dan Budaya
·                Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi.
·                Semakin mudahnya nilai-nilai Barat masuk melalui berbagai media cetak dan elektronik yang terkadang ditiru habis-habisan oleh masyarakat.
·                Semakin memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal.
·                Semakin lunturnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian, kesetiakawanan sosial dan juga kebersamaan dalam menghadapi kesulitan tertentu.
·                Semakin memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4.            Dalam Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan
·                Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.
·                Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat.
·                Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) yang lebih profesional, transparan dan akuntabel.
·                Menguatnya supremasi sipil dengan mendudukkan tentara dan polisi sebatas penjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban negara yang profesional.
·                Semakin berkurangnya peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban negara karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab tentara dan polisi.
5.             Dampak Globalisasi Terhadap Etnisitas di Indonesia
Globalisasi mempunyai dampak besar melonggarkan dan dapat pula melepaskan ikatan etnis dan agama. Kemajuan komunikasi dan ilmu pengetahuan, menurut Kleden, bisa menjauhkan atau mengasingkan dan mendekatkan kita. Pertama, terjadi perenggangan ikatan etnis dan religius. Orang dari berbagai etnis dan agama berbeda bisa saja bersatu dan bekerja sama menanggapi keprihatinan kemiskinan, misalnya. Globalisasi mendorong terbentuknya persekutuan-persekutuan baru yang mungkin jauh lebih mengikat daripada kelompok-kelompok tradisional. Kedua, terjadi penguatan ikatan etnis-religius.
Globalisasi tidak saja melonggarkan, tetapi dapat pula mendorong menguatnya kembali ikatan kesukuan dan keagamaan. Hal itu dimungkinkan dua hal. Pertama, pencarian kepastian dan identitas. Orang lalu kembali kepada identitas lama. Kedua, reaksi terhadap tekanan dan dominasi yang tidak adil atau pengalaman ketertindasan. Penindasan itu bisa terjadi pada level global ini, nasional, dan lokal.
Basirun Samlawi juga melihat globalisasi telah mempengaruhi identitas kesukuan dan religius masyarakat modern. Migrasi penduduk yang makin cepat oleh penemuan teknologi komunikasi dan transportasi tidak saja menggeserkan nilai-nilai, tetapi juga mengubah komposisi penduduk. Masyarakat yang sebelumnya mayoritas berubah jadi etnik minorita.
Akibat dari interaksi ini, terjadi dialektika pemikiran dan pemahaman yang mendorong terjadinya tafsiran baru mengenai agama, budaya, dan politik. Perubahan ini mengakibatkan disorientasi nilai dan kultural. Tidak banyak orang siap memasuki global village atau global city ini. Mereka mencari bentuk hubungan lama baik budaya maupun agama yang memberi mereka rasa aman dan identitas.
Etnisitas yang pada awalnya disikapi sebagai penggambaran keseluruhan atau totalitas cara hidup, kegiatan, keyakinan-keyakinan, adat istiadat dari sebuah komunitas atau masyarakat, yang disebut dengan kebudayaan, kini menjadi sulit untuk didefinisikan. Demikian juga, pengertian kebudayaan nasional Indonesia yang disikapi sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah, kini sungguh sulit untuk diimplementasikan. Pendek kata, negara dan bangsa Indonesia hari ini, secara kultural tidak bisa lepas dari fragmentasi global yang kekuatannya nyaris tak terelakkan.
Di sisi lain dengan adanya dominasi tersebut justru memberi kontribusi memudarnya identitas yang selama ini dijadikan karakteristik sejumlah suku bangsa negeri Nusantara ini. Atau dengan kata lain, fragmentasi global yang kekuataannya tak terelakkan tersebut di satu sisi justru memberi kontribusi memudarnya identitas yang selama ini dijadikan karakteristik sejumlah suku bangsa negeri Nusantara ini.
Disisi lain, harus diakui pula bahwa globalisasi pun bisa memberi dampak positif. Misalnya, masuknya budaya asing yang memperkaya kebudayaan Indonesia, perubahan pola pikir tradisional menjadi pola pikir rasional, sistematis, dan analitis. Selain itu, globalisasi justru akan menambah berkembangnya ilmu pengetahuan dan cara berpikir kritis.
Tantangan bagi bangsa Indonesia akibat globalisasi memang mengancam eksistensi jati diri bangsa Indonesia. Sebut saja terjadinya guncangan budaya (cultural shock). Globalisasi tidak sepenuhnya memperlebar ruang bagi bertumbuhnya masyarakat terbuka (open society), tetapi di sana sini menimbulkan ketakutan kehilangan identitas. Agama dan suku menjadi ruang lama yang terbuka kembali untuk penegasan identitas.
Untuk itulah, sebuah strategi kebudayaan nasional terutama bagi etnisitas di Indonesia membutuhkan suatu diskusi panjang yang diharapkan mampu memberi kontribusi berharga bagi pudarnya identitas yang terpecah terhadap negara dan bangsa. Sehingga yang terjadi adalah globalisasi tidak lagi membuat orang kembali ke identitas lama kesukuan dan agama, melainkan makin terbuka dalam membangun kerja sama untuk kebersamaan sosial yang lebik baik. Dengan demikian agama dan etnisitas menyumbangkan kemajuan dalam memasuki kehidupan era globalisasi ini.

3.3      GLOBALISASI KEBUDAYAAN
1.            Pengertian Globalisasi Kebudayaan
Globalisasi kebudayaan adalah globalisasi yang mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan yang ada dimasyarakat yang telah dibawa oleh nenek moyang/leluhur sejak dahulu kala. Selain dampak positif yang diberikan globalisasi untuk manusia dan bangsa didunia ini ,globalisasi pun juga mempunyai dampak negatif antara manusia dan bangsa didunia ini .salah satunya adalah globalisasi kebudayaan yang sedikit demi sedikit menghilangkan kebudayaan nenek moyang/leluhur diindonesia .

2.            Ciri-ciri Globalisasi Kebudayaan
          Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan, yaitu :
·                Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
·                Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
·                Berkembangnya turisme dan pariwisata.
·                Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
·                Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
·                Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
·                Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
·                Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa

3.            Dampak Globalisasi Kebudayaan
·               Positif
*             Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan .
Banyak yang tidak mengetahui jikalau salah satu dampak positif yang diberikan globalisasi kebudayaan yang dapat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat kita yaitu bisa mendapatkan banyak informasi dan ilmu pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung .
Secara langsungnya adalah jika kita pergi keluar kota yang ada diindonesi ataupun keluar negeri kita datang ke suatu tempat yang sedang mengadakan acara-acara festival dan dipertunjukan di depan umum kita bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan lebih tentang kota/Negara tersebut.
Secara tidak langsungnya adalah kita dapat mengetahui tentang informasi dan ilmu pengetahuan lebih serta keaneka ragaman budaya yang ada diluar kota indonesia /diluar negeri yaitu dengan cara lewat media cetak,media elektronik dan jejaring social tanpa harus pergi jauh-jauh keluar kota atau bahkan keluar negeri yang dapat menghabiskan banyak uang .
*             Mempermudah proses pembuatan alat-alat musik tradisional
Selain dampak positif dari globalisasi kebudayaan adalah dapat memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan dan dampak positif lainnya adalah dapat mempermudah proses pembuatan alat-alat musik tradisional,kebanyakan masyarakat indonesia membuat alat musik tradisional secara manual dan hasilnya pun cukup banyak membuang-buang waktu dan tenaga adanya globalisasi kebudayaan sekarang masyarakat indonesia tidak perlu membuat alat-alat musik tradisional secara manual .karna dengan adanya globalisasi kebudayaan ini masyarakat indonesia dengan mudah membuat dengan bantuan mesin-mesin yang berteknologi canggih dan modern,dan hasilnya pun terbukti lebih menghemat tenaga dan alat-alat musik tradisionalnya pun bisa sekali pembuatan langsung mendapatkan hasi-hasil yang banyak dan kualitasnya pun terjamin.
*             Banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain
Banyaknya turis mancanegara yang sengaja berimigrasi dikarnakan tertarik/suka dengan kebudayaan-kebudayaan yang beraneka ragaman yang ada didunia ini,mungkin itulah salah satu faktor terjadinya imigrasi dari suatu negara ke nagara lain .bahkan banyak juga turis mancanegara yang suka dengan kebudayaan-kebudayaan negara tersebut samapai rela menjadi imigrasi gelap.mungkin itu salah satutejadinnya imigrasi gelap yang sering terjadi didunia ini.      
*             Berkembangnya turisme dan pariwisata
Banyak negara-negara didunia ini yang mendongkrak keuntungan untuk negaranya dengan cara meningkkatkan tempat pariwisata.contohnya dinegara indonesia pariwisata yang terkenalnya adalah dibali,diindonesia lewat menteri kebudayaan dan pariwisata,banyak yang tidak mengetahui bahwa indonesia kaya akan alam dan pariwisata yang indah-indah dan jika dimanfaatkan dengan baik pasti bisa memajukan bangsa dan tidak kalah bersaing dengan negara-negara maju didunia .banyak turis mancanegara yang datang ke indonesia untuk menikmati pariwisata diindonesia dan bahkan banyak pula yang mencantumkan jadwal liburannya untuk bersenang-senang dengan keluargannya .
·               Negatif
*             Tercampurnya kebudayaan dalam negeri dengan kebudayaan luar
Turis mancanegara yang datang ke indonesia terkadang membawa dampak positif dan negatif tergantung dari kita sendiri bagaimana cara menanggapinya.banyak masyarakat indonesia yang suka mencampur-campurkan budaya luar dengan budaya dalam negeri .contoh dari pakaian,segi bahasa,bahkan prilaku yang dengan sengaja menggabungkannya untuk bisa diterima diindonesia.
*             Lebih senang dengan kebudayaan luar dibanding dengan budaya dalam negeri
Perlu kita sadari bahwa anak-anak remaja saat ini lebih senang dengan budaya luar dibanding budaya dalam negeri. Contoh : segi pakaian, segi musik dan segi bahasa.
a.              Segi pakaian
Anak-anak remaja saat ini lebih senang/dikatakan lebih gaul bila menggunakan pakaian-pakaian dari luar negeri. Contohnya celana jeans dan baju-baju yang langsung diimport, apakah mau anak-anak remaja saat ini memakai blankon, pakaian adat daerah pasti mereka menjawabnya malu bahkan ada yang bilang gengsi. Itulah jawaban-jawaban dari anak-anak remaja diindonesia saat ini. Untuk itu mulailah dari sekarang jangan menunda-nunda kebaikan.
b.             Segi musik
Mayoritas musik-musik diindonesia didominasi musik-musik yang berasal dari Amerika, Eropa. Contohnya aliran musiknya adalah punk, rock dan pop. Kita ambil contoh misalkan salah satunya punk anak-anak remaja saat ini tidak lengkap jika suka dengan aliran musik tersebut tanpa mengikuti stylenya. Pasti anda sendiri bisa menilainya style punk itu gimana, sangatlah tidak patut dicontoh bukan tapi entah kenapa anak-anak remaja saat ini sangat menyukainya dan bahkan yang sengaja menjadi punk jalanan yang hidup dijalanan dan tidak mempunyai pekerjaan tetap .
c.              Segi bahasa
Kita pasti sudah tidak asing lagi mendengar bahasa-bahasa daerah ditelinga kita, itulah beraneka ragaman bahasa yang ada di indonesia dan tentu kita tahu bahasa-bahasa daerah di indonesia sangatlah banyak dan asik bila kita mempelajarinya, tapi entah kenapa anak-anak remaja saat ini lebih suka bahasa dari luar contohnya bahasa inggris, memang kita perlu juga kalau bahasa inggris itu harus kita pelajari karena bahasa inggris itu adalah bahasa internasional tapi tidak seharusnya kita belajar bahasa inggris tetapi bahasa daerah di indonesia kita tidak pelajari bahkan kita lupakan begitu saja.
d.             Memperburuk citra indonesia dimata dunia
Jika kebudayaan indonesia telah tercampur dengan kebudayaan asing dan bahkan masyarakat indonesia sudah tidak mau memperdulikan/melestarikan kebudayaannya sendiri bukan tidak mungkin nama baik indonesia dimata dunia akan tercoreng karena dianggap tidak bisa melestarikan/menjaga kebudayaannya. Untuk itu mulailah dari sekarang kita jaga/lestarikan kebudayaan-kebudayaan indonesia salah satunya dengan cara mengadakan acara-acara tradisional/daerah yang dapat menjaga/melestarikan kebudayaan-kebudayaan indonesia.



4.            Globalisasi dalam Kebudayaan Tradisional di Indonesia 
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat.  Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar.
Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan  masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan  dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat  terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan.  Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya.  Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya.  Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas.  Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.  

5.            Studi Kasus
http://1.bp.blogspot.com/-pQADAsXLSvA/Uar86Uqic-I/AAAAAAAAAEo/eh7yDIZo4mg/s1600/wayang.jpg

Wayang adalah salah satu seni budaya Indonesia yang paling popular di Indonesia bila dibanding karya seni budaya lainnya. Kesenian wayang berkembang terus dari masa ke masa. Wayang merupakan salah satu kesenian yang mudah sebagai media penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, hiburan dan bahkan kritik sosial.
Asal-usul wayang masih sering menjadi perdebatan, ada yang mengatakan dari pulau Jawa tetapi ada juga yang mengatakan berasal dari India. Namun menurut penilitian para ahli sejarah budayawan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia yang berasal dari pulau Jawa. Wayang sudah ada di Indonesia berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa. Meskipun cerita wayang yang sering dan popular di masyarakat adalah adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabhrata. Namun dalam pewayangan cerita itu sudah banyak mengalami perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan budaya dan falsafah asli Indonesia. Pada umumnya cerita pewayangan khususnya wayang kulit di indonesia memiliki kesamaan baik di tinjau dari krakter dari masing – masing tokoh maupun cerita yang dipentaskan, hanya penyebutan/penamaannya saja yang berbeda.
Dalam perkembangannya saat ini, wayang kulit tidak hanya digunakan untuk kegiatan syiar islam, tetapi sering juga di kaitkan dengan kegiatan politik pada setiap pemilihan berlangsung, misalnya pemilihan Bupati bahkan juga pada pemilihan kepala desa yang dilakukan oleh calon tertentu untuk memenangkan pemilihan. Pesan –pesan yang disampaikan syarat dengan muatan politik untuk memenangkan calon tertentu melalui tokoh kocaknya yakni Amaq Baok, Amaq Kesek dan lain – lain.
Baru pada era 70-an mengalami perubahan setelah munculnya Wayang Gerung, tokoh – tokoh tersebut kemudian diperkenalkan oleh ki dalang H. Lalu Nasip AR, Perombakan itu tidak hanya dilakukan pada tokoh tadi, namun juga pada metode-metode penyampain pesan – pesan sosial, agama, bahkan pada alur cerita (tanpa menghilangkan inti cerita. Karena pada pewayangan lama tekhnik penyampaian terkesan monoton sehingga cenderung lebih cepat menimbulkan kejenuan terhadap penonton.
Akhir – akhir ini kesenian wayang kulit sudah mulai terlupakan, dimana sudah semakin jarang ditemukan pentas wayang kulit, sehingga menimbulkan keresahan baik bagi pelaku sendiri maupun kalangan pemerhati budaya.
Menurut Mastur Ismail “saat ini memang sudah terjadi pergeseran kultur, dimana masyarakat sekarang merupakan masyarakat modern yang cenderung lebih menyukai seni kontemporer dan menganggap seni wayang kulit adalah kesenian kuno yang layak dikonsumsi oleh para orang tua”.
Disamping itu pula wayang kulit dipengaruhi oleh 4 faktor yakni, bakat skill, wawasan dan hobi. Saat ini yang banyak dikeluhkan oleh pelaku kesenian wayang kulit adalah sulitnya mendapatkan orang yang bisa memainkan wayang (Dalang) seorang dalang harus berperan multyi karakter, baik oleh penjiwaanya maupun terhadap cara memainkan wayang itu sendiri.
Selain itu ki dalang harus memiliki kemampuan dalam berbahasa jawa kuno (Sansakerta) sebagai bahasa standar yang digunakan, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk bisa berbahasa daerah lainnya atau bahasa asing sehingga akan semakin memperkaya ide dan menjadi daya tarik tersendiri.Seorang dalan juga harus memiliki wawasan yang luas, peka terhadap perkembangan situasi wilayah baik yang sifatnya regional maupun nasional sehingga seni pewayangan tidak terkesan monoton.
Ketiga hal di atas tentu tidak akan lebih baik apabila tidak dibarengi dengan hobi, faktor inilah yang akan mendukung terbentuknya kreatifitas dan pengayaan ide. Seorang dalang yang baik, tentu sehari-harinya memiliki aktifitas yang tinggi dalam seni pewayangan, sehingga eksistensinya mendapat pengakuan penuh dari masyarakat.

6.            Penanggulangan  Studi Kasus
Pemerintah sebagai pengawas sekaligus pembimbing segala sesuatu yang ada di Indonesia harusnya lebih aktif dalam menekankan pendidikan tentang budaya Indonesia dengan cara menambah jam pelajaran tentang kebudayaan khususnya untuk kebudayaan Indonesia sendiri. Dan selain itu untuk membangkitkan lagi kebudayaan Indonesia yang makin luntur atau dilupakan oleh generasi muda tidak hanya pemerintah saja yang bergerak tapi semua komponen yang ada harus bekerja sama termasuk generasi muda itu sendiri.
Caranya dengan pendidikan karakter yang diusulkan oleh presiden Indonesia SBY. Pendidikan karakter harus segera diterapkan. Generasi muda harus segera disadarkan bahwa budaya dari luar yang negatif dapat menghancurkan negara kita sendiri. Selain itu cara pendidikan tentang budaya indonesia harus dengan cara yang menarik agar generasi muda menjadi tertarik untuk mempelajarinya.
   
BAB IV
PENUTUP

4.1      KESIMPULAN
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara, interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Globalisasi mempunyai dampak besar melonggarkan dan dapat pula melepaskan ikatan etnis dan agama. Kemajuan komunikasi dan ilmu pengetahuan, menurut Kleden, bisa menjauhkan atau mengasingkan dan mendekatkan kita. Pertama, terjadi perenggangan ikatan etnis dan religius. Kedua, terjadi penguatan ikatan etnis-religius.
Globalisasi kebudayaan adalah globalisasi yang mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan yang ada dimasyarakat yang telah dibawa oleh nenek moyang/leluhur sejak dahulu kala.
Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan  masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan  dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat  terhadap berbagai hal.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Ignas Kleden. 1987. Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta: LP3S
Koentjaraningrat. 1982. Kebudayaan , Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Parsudi Suparlan, Konflik Sosial dan Alternatif Pemecahannya dalam Jurnal Antropologi
Indonesia No. 59 Th XXIII, Mei-Agustus 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar